Ilustrasi peretasan di dunia maya. (Medcom.id)
Washington: Pemerintah Amerika Serikat, melalui Departemen Keuangan, menawarkan hadiah hingga USD10 juta atau sekitar Rp155 miliar untuk informasi terkait perusahaan teknologi Tiongkok, Sichuan Silence, dan karyawannya, Guan Tianfeng. Perusahaan ini dituduh meretas lebih dari 80.000 jaringan komputer global, termasuk 36 sistem infrastruktur kritis di AS.
AS meningkatkan upayanya melawan ancaman siber dengan menawarkan hadiah besar bagi informasi tentang perusahaan Tiongkok, Sichuan Silence dan karyawannya, Guan Tianfeng.
Perusahaan ini diduga bertanggung jawab atas pelanggaran keamanan yang memengaruhi puluhan ribu jaringan komputer di seluruh dunia, termasuk jaringan infrastruktur kritis di AS pada tahun 2020.
Menurut Matthew Miller, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Sichuan Silence dan Guan Tianfeng telah membahayakan kehidupan rakyat Amerika dengan aksi peretasan mereka.
“Sichuan Silence adalah kontraktor pemerintah Tiongkok yang menyediakan layanan keamanan siber bagi dinas intelijen negara tersebut, termasuk peretasan jaringan, pemantauan email, dan serangan kata sandi,” jelas Miller dalam konferensi pers, dikutip dari Radio Free Asia, Rabu, 11 Desember 2024.
Pelanggaran Siber dan Dampaknya
Aksi peretasan Sichuan Silence melibatkan upaya menyusup ke sistem perangkat lunak yang digunakan untuk menjalankan infrastruktur penting seperti pelabuhan, jaringan listrik, rumah sakit, dan jalur pipa energi.
Bahkan, Guan Tianfeng dilaporkan mencoba menggunakan
ransomware untuk mengunci sistem korban, menuntut pembayaran sebagai syarat pemulihan akses.
Sebagai respons, Departemen Keuangan AS telah menjatuhkan sanksi terhadap Sichuan Silence dan Guan Tianfeng. Selain itu, melalui program Rewards for Justice, AS menawarkan hadiah hingga USD 10 juta bagi informasi yang dapat membantu penegakan hukum menangkap pihak-pihak terkait.
Sanksi Hak Asasi Manusia
Berbarengan dengan peringatan Hari Hak Asasi Manusia Internasional, Departemen Perdagangan AS juga mengumumkan sanksi baru terhadap delapan perusahaan dari China, Myanmar, dan Rusia yang dituduh melanggar hak asasi manusia.
Dua perusahaan Tiongkok, Beijing Zhongdun Security Technology Group dan Zhejiang Uniview Technologies, disanksi karena menjual teknologi kepada pemerintah China untuk menindas kelompok minoritas, termasuk etnis Uyghur.
Zhejiang Uniview bahkan disebut mendukung pengawasan teknologi tinggi yang digunakan untuk melanggar privasi dan hak asasi kelompok minoritas agama dan etnis.
Di Myanmar, dua perusahaan, Sky Aviator Company dan Synpex Shwe Company, disanksi karena menyediakan komponen bagi militer Myanmar yang digunakan untuk melakukan serangan udara brutal terhadap warga sipil.
Sementara itu, dua perusahaan Rusia, Aviasnab LLC dan Joint Stock Company Gorizont, dikenai sanksi karena memasok suku cadang kepada junta Myanmar, sedangkan dua lainnya disanksi atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia di dalam negeri Rusia.
Sanksi ini melarang perusahaan atau individu AS bertransaksi dengan delapan perusahaan tersebut, termasuk menyediakan layanan keuangan atau menjual komponen teknologi untuk produk mereka.
“Pelanggaran hak asasi manusia bertentangan dengan kebijakan luar negeri Amerika Serikat,” kata Alan Estevez, pejabat Departemen Perdagangan AS, dalam siaran pers.
Estevez menambahkan bahwa dengan memasukkan perusahaan-perusahaan ini ke dalam Daftar Entitas, AS berharap teknologi mereka tidak digunakan untuk mendukung pelanggaran hak asasi manusia di seluruh dunia. (
Muhammad Reyhansyah)
Baca juga:
Sistem Penyadapan Federal AS Dibobol Terduga Hacker asal Tiongkok