Banjir yang dipicu terjangan Siklon Ditwah melanda sejumlah wilayah Sri Lanka. (Anadolu Agency)
Muhammad Reyhansyah • 3 December 2025 18:41
Kolombo: Aktor sekaligus musisi Sri Lanka, GK Reginold, menembus wilayah pinggiran Kolombo menggunakan perahu nelayan bermesin untuk menyalurkan makanan dan air bersih kepada warga terdampak bencana. Ia mengatakan masih banyak keluarga yang belum menerima bantuan selama beberapa hari karena terisolasi akibat cuaca ekstrem terburuk yang melanda negara itu dalam beberapa tahun terakhir.
Siklon Ditwah menerjang Sri Lanka pekan lalu, memicu banjir dan tanah longsor yang menewaskan lebih dari 465 orang, membuat ratusan lainnya dilaporkan hilang, serta merusak sedikitnya 30.000 rumah. Lebih dari satu juta penduduk terdampak, sementara Presiden Sri Lanka Anura Kumara Dissanayake telah menetapkan status darurat nasional.
“Alasan utama saya melakukan ini adalah setidaknya membantu mereka mendapatkan satu kali makan,” kata Reginold, dikutip dari BBC, Rabu, 3 Desember 2025.
“Dan saya sangat senang karena bisa melakukannya,” imbuhnya.
Militer Sri Lanka telah mengerahkan helikopter untuk operasi penyelamatan, sementara bantuan kemanusiaan terus mengalir dari pemerintah asing dan berbagai organisasi non-pemerintah. Meski demikian, proses pemulihan diperkirakan akan berlangsung panjang bagi negara yang dalam beberapa tahun terakhir kerap dilanda krisis besar.
Gerakan Relawan dan Dapur Komunitas
Di kawasan Wijerama, Kolombo, para aktivis yang sebelumnya memimpin gelombang protes besar pada 2022 untuk menuntut pengunduran diri mantan Presiden Gotabaya Rajapaksa kini mengelola dapur komunitas guna menyediakan makanan bagi para korban bencana.
Aksi protes tiga tahun lalu dipicu krisis ekonomi yang menyebabkan kelangkaan bahan bakar, pangan, dan obat-obatan, hingga berujung pada tumbangnya Rajapaksa. Kini, semangat aktivisme tersebut dialihkan untuk kegiatan kemanusiaan.
“Beberapa relawan datang setelah pulang kerja, sebagian bergantian, bahkan ada yang mengambil cuti untuk ikut terlibat,” ujar aktivis media sosial Sasindu Sahan Tharaka. Ia mengatakan kelompoknya langsung bergerak begitu mengetahui kondisi darurat yang terjadi pekan lalu.
Menurut Sahan, dapur komunitas ini merupakan kelanjutan dari keterlibatannya dalam upaya bantuan banjir pada 2016, ketika hujan deras menewaskan sekitar 250 orang di seluruh negeri. Para relawan kini mengumpulkan ratusan permintaan bantuan, meneruskannya ke otoritas, serta mengatur distribusi makanan.
“Apa pun yang kami butuhkan, respons dari komunitas selalu lebih dari cukup,” katanya.
Solidaritas Meluas ke Dunia Digital
Aksi solidaritas juga meluas ke ruang digital. Sejumlah pengguna media sosial membuat basis data publik untuk memetakan lokasi relawan dan kebutuhan bantuan di lapangan. Platform daring lain yang dikelola relawan membantu para donor menemukan kamp bantuan serta kebutuhan paling mendesak.
Perusahaan swasta turut menggalang sumbangan, sementara stasiun televisi nasional menyiapkan distribusi makanan dan kebutuhan dasar seperti sabun serta sikat gigi.
Di sisi lain, Presiden Dissanayake mendapat kritik karena dinilai kurang siap menghadapi Siklon Ditwah. Ia menyerukan agar masyarakat “mengabaikan perbedaan politik” dan bersatu membangun kembali negara. Namun, politisi oposisi menuduh pemerintah mengabaikan peringatan cuaca sehingga memperburuk dampak bencana.
Senin lalu, sejumlah anggota parlemen oposisi bahkan melakukan aksi keluar ruangan sebagai bentuk protes terhadap upaya membatasi perdebatan terkait penanganan bencana.
Meski tensi politik meningkat, di lapangan justru tumbuh rasa kebersamaan untuk membantu para korban. Dalam unggahan di Facebook pada Senin, Sasindu Sahan Tharaka menulis setelah bekerja seharian di dapur komunitas dan lokasi bantuan lainnya, “Pada akhirnya, kegembiraan karena membantu menyelamatkan kehidupan membuat semua kelelahan lenyap.”
Ia menambahkan, “Bencana bukan hal baru bagi kami. Namun empati dan ketangguhan kami lebih besar daripada kehancuran yang ditimbulkannya.”
Baca juga:
Dihantam Siklon Ditwah, Sri Lanka Butuh Rp116 Triliun untuk Rekonstruksi