Suasana RDP Komisi VI dengan jajaran direksi PT Telkom Tbk. Foto: Istimewa.
Jakarta: Komisi VI DPR menyoroti pengoperasian Starlink di Indonesia. Sebab, perusahaan milik Elon Musk itu dinilai mendapat keistimewaan berusaha di Tanah Air.
Kritik tersebut disampaikan anggota Komisi VI DPR Evita Nursanty dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama jajaran direksi PT Telkom Tbk. Dia mempertanyakan apakah Starlink sudah memenuhi syarat berusaha di Indonesia.
"Saya bingung kenapa Starlink mendapat privilege dari Pemerintah tanpa memenuhi syarat dan aturan yang berlaku di Indonesia," kata Evita melalui keterangan tertulis, Kamis, 30 Mei 2024.
Evita juga heran dengan sikap perusahaan telekomunikasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Seharusnya, perusahaan pelat merah itu protes dan mendesak pemerintah bersikap adil.
"BUMN harusnya teriak mendesak pemerintah bersikap adil, dan Starlink harus memenuhi persyaratan. Kalau Starlink bisa menyediakan layanan internet di bawah Rp100 ribu, usia Telkomsel mungkin cuma lima tahun lagi," ungkap dia.
Sebagai pemain di industri internet, lanjut Evita, Starlink harusnya memenuhi berbagai kewajiban yang sama seperti perusahaan lainnya, mulai dari kewajiban pendirian badan usaha yang berkedudukan di Indonesia, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Kemudian, aspek potensi interferensi, penerapan kebijakan perpajakan dan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), kewajiban pemenuhan
Quality of Service (QoS), hingga aspek perlindungan dan keamanan data.
Dia mengingatkan pemerintah tak hanya sekedar melihat dari aspek bisnis dan ekonomi. Tapi perlu diprioritaskan juga keamanan nasional.
Hal senada disampaikan anggota Komisi VI Harris Turino. Menurut dia, pemerintah harus bersikap adil terhadap usaha
internet di Indoensia.
"Menkominfo bilang akan mendesak Starlink segera membereskan perizinan untuk beroperasi di Indonesia. Kalau belum ada izinnya, apakah artinya pemerintah sudah menyajikan ladang persaingan yang
fair? Karena semestinya jelas, izinnya komplet, baru boleh beroperasi," kata Harris.
Menurut dia, jangan sampai BUMN dirugikan. Apalagi kalau nantinya Starlink masuk ke ranah internet seluler.
"Tentu kita tidak menutup perkembangan teknologi dan persaingan. Tapi, BUMN juga harus siap kalau terjadi persaingan yang tidak seimbang," ujar dia.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron menyebut Starlink tak akan melakukan tekanan dalam tahap awal berusaha. Tekanan diprediksi terjadi saat Starlink mulai menguasai pasar internet Indonesia.
"Tapi, kalau terjadi persaingan bebas, tentu Starlink akan bisa menguasai, dan menjadi ancaman buat Telkom," kata Herman.