Harga Pangan Global Melejit, Indonesia Dituntut Pecut Produksi Dalam Negeri

Ilustrasi. Foto: MI/Atet Dwi Pramadia.

Harga Pangan Global Melejit, Indonesia Dituntut Pecut Produksi Dalam Negeri

Media Indonesia • 25 June 2024 12:47

Jakarta: Peningkatan produksi dalam negeri selalu menjadi poin yang konsisten didorong Badan Pangan Nasional (Bapanas). Dengan kondisi harga pangan global yang belakangan ini mulai menunjukkan tren eskalasi diiringi pelemahan nominal kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mendorong adanya peningkatan produksi pangan pokok strategis yang bersumber dari dalam negeri.
 
Menilik data di The FAO Food Price Index (FFPI), pada Mei 2024, indeks harga pangan naik 1,1 poin menjadi 120,4 poin. Di bulan sebelumnya indeks tercatat di 119,3 poin. Sementara di awal 2024, indeks masih berada di 117,7 poin.
 
FFPI merupakan pengukuran perubahan harga bulanan lingkup internasional untuk sejumlah komoditas pangan. Indeks ini terdiri dari rerata harga lima komoditas, antara lain sereal, minyak nabati, produk susu, daging, dan gula.
 
"Kita harus fokus ke produksi dalam negeri. Ini waktunya kita lakukan peningkatan produksi. Apalagi kurs dolar saat ini sedang tinggi, di atas Rp16.400 per dolar AS. Kita sangat ingin efek ekonomi dari importasi tidak hanya di negara mitra melulu, tapi kembali lagi ke Indonesia," ucap Arief dikutip dari keterangan tertulis, Jakarta, Senin, 24 Juni 2024.
 
Lebih lanjut, Arief menerangkan, sesuai arahan Presiden Joko Widodo ketersediaan air merupakan hal yang pokok dalam pertanian.
 
"Untuk itu, pemerintah secara bertahap menyiapkan 61 waduk dan embung demi pastikan air selalu ada diiringi dengan normalisasi saluran air. Lalu juga benih yang berkualitas baik dan pupuk yang berimbang tepat jumlah dan waktu," sambung dia.
 
Persoalan air, jelas dia, akan semakin menantang ke depannya. Menurut FAO, pada 2025, diperkirakan sebanyak 1.800 juta orang akan tinggal di negara atau wilayah dengan kelangkaan air dengan kategori 'absolut (kurang dari 500 meter kubik per tahun per kapita).
 
Selanjutnya diperkirakan dua pertiga populasi dunia berada dalam kondisi kelangkaan air berkategori 'stres' (antara 500 meter kubik sampai 1.000 meter kubik per tahun per kapita).
 

Baca juga: Bedah Editorial MI: Cemas Harga Pangan Tancap Gas
 

Perkuat cadangan pangan pemerintah

 
Namun apabila peningkatan produksi dalam negeri berhasil diterapkan, tegas Arief, pemerintah bisa semakin memperkuat stok Cadangan Pangan Pemerintah (CPP). Ini karena dalam kondisi apapun, jumlah stok CPP harus senantiasa mampu menopang berbagai program intervensi pemerintah ke pasar dan masyarakat.
 
"Jadi hari ini Badan Pangan Nasional tentunya menyiapkan CPP, baik dari dalam maupun luar negeri. Ini semua demi CPP. Jadi kenapa kita melakukan importasi, itu semata-mata untuk CPP. Tapi adanya importasi tidak berpengaruh buruk ke harga petani kita, karena pemerintah terus pantau dan jaga di semua level rantai pasok kita, baik harga di produsen, pedagang, maupun konsumen," ungkap Arief.
 
Bapanas, lanjut dia, tentunya akan tetap menugaskan Bulog untuk menyiapkan CPP baik dalam kondisi ada panen maupun tidak ada panen. Saat ini, stok yang dimiliki Bulog adalah sekitar 1,8 juta ton untuk beras.
 
Sesuai dengan ambisi Indonesia yang ingin menjadi lumbung pangan dunia, Arief menekankan ke depannya, semua stakeholder pangan perlu menyepakati semacam blue print demi mencapai ambisi tersebut.
 
"Kalau perlu koordinat lokasi lahan mana yang produktif untuk padi, mana untuk jagung. Lalu mana yang tidak produktif, mana lahan yang pasar surut. Itu dari sisi lahan saja dan dilakukan proteksi, jangan ada alih lahan. Jadi lahan yang produktif bisa disecure," tutup Arief.

(NAUFAL ZUHDI)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)