Pulau Gag, Raja Ampat/Istimewa
Rahmatul Fajri • 8 June 2025 21:08
Jakarta: Pengamat Kebijakan Hukum Kehutanan Dan Konservasi asal Universitas Indonesia (UI) Budi Riyanto menilai pelanggaran pidana kental dalam aktivitas tambang nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Dia mengacu pada UU Nomor 1 Tahun 2014 adalah tentang perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pada Pasal 35 huruf k mengamanatkan pelarangan penambangan mineral di pulau-pulau kecil yang menimbulkankerusakan ekologis, mencemari lingkungan, atau merugikan masyarakat sekitar.
Sedangkan, Pasal 73 ayat (1) huruf f mengatur soal sanksi pidananya. Ancaman pidana penjara mencapai 10 tahun. Budi mengatakan peraturan lainnya yang perlu diperhatikan ialah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH)
"Apabila mendasari pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku, setidaknya ada dua UU yang harus diperhatikan, yaitu UU Nomor 1 Tahun 2014 dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penapisan awal jelas pulau-pulau kecil tidak boleh ditambang. Demikian pula UU PPLH menapis soal kelestatian lingkungan dan Amdal," kata Budi kepada Media Indonesia, Minggu, 8 Juni 2025.
Tak hanya itu, Budi mengaitkan aktivitas tambang di Raja Ampat dengan Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Dia menilai Keppres tersebut mengatur tentang kawasan yang ditetapkan untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup, mencakup sumber alam, sumber daya buatan, nilai sejarah, dan budaya bangsa untuk kepentingan pembangunan berkelanjutan.
"Apabila dikaitkan pula dengan Keppres Nomor 32 Tahun 1990 maka masuk wilayah kawasan lindung maka sangatlah mustahil izin diterbitkan," kata dia.
Baca Juga:
4 Tambang Nikel di Raja Ampat Diawasi KLH |