Awas Love Scam! 1 dari 4 Orang Pernah Tergoda AI

Ilustrasi. Foto: Freepik

Awas Love Scam! 1 dari 4 Orang Pernah Tergoda AI

Ade Hapsari Lestarini • 18 February 2025 13:38

Jakarta: Penipuan cinta alias love scam di internet masih menjadi masalah yang serius di Indonesia. Banyak orang terjebak dalam skema ini. Sayangnya, tren ini diperkirakan akan terus meningkat dalam setahun ke depan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan modus penipuan digital selama tiga bulan terakhir, yang menyebabkan kerugian bagi korban sebesar Rp700 miliar. Hal ini terungkap dari lebih dari 42 ribu pengaduan melalui Indonesia Anti Scam Center (IASC). Salah satu penipuan yang terjadi adalah love scam, yakni para penipu menggunakan identitas palsu atau teknologi deepfake.

Salah satu aspek yang paling mengkhawatirkan dari tren ini adalah bagaimana Artificial Intelligence (AI) dapat mengaburkan batas antara interaksi manusia dan digital. Dengan chatbot yang didorong oleh AI menjadi lebih canggih dan mampu meniru koneksi emosional, penipu menemukan cara baru untuk mengeksploitasi teknologi ini.

Adapun dari persona yang dihasilkan oleh deepfake hingga percakapan yang dibantu AI yang membangun kepercayaan seiring waktu, modus yang terus berkembang ini membuat semakin sulit bagi korban untuk membedakan antara cinta yang tulus dan penipuan.

Dalam riset global baru yang dilakukan oleh World menunjukkan lebih dari satu dari empat responden mengakui telah tergoda chatbot yang didorong oleh AI. Survei ini menunjukkan pengaruh AI yang semakin meningkat dalam hubungan sosial dan evolusi global, termasuk di Indonesia, dari pendampingan digital.
 

Baca juga: AI Diyakini Percepat Transformasi Digital


Survei ini diambil oleh lebih dari 90 ribu orang di seluruh World Network di sembilan negara. Ini juga merupakan survei online terbesar yang hanya melibatkan manusia yang pernah dilakukan dan hasilnya mengungkapkan:
  1. Tergoda chatbot. Lebih dari seperempat responden (26 persen) mengaku tergoda chatbot atau AI, baik untuk bersenang-senang atau tanpa disadari.
  2. Keinginan untuk verifikasi manusia. Sebagian besar 90 persen responden menunjukkan mereka lebih suka aplikasi kencan menyertakan sistem verifikasi untuk memastikan pengguna adalah manusia nyata.
  3. Kecurigaan terhadap fake match. 60 persen partisipan telah mencurigai atau menemukan bahwa seseorang yang mereka cocokkan adalah bot atau AI.
  4. Kekhawatiran tentang bot dan profil palsu. 61 persen responden mengatakan mereka khawatir akan menemui bot atau profil palsu di aplikasi kencan.
  5. Kurangnya kepercayaan dalam verifikasi pengguna. Dua pertiga responden (66 persen) percaya aplikasi kencan tidak mengambil langkah-langkah yang memadai untuk memverifikasi manusia yang nyata.
  6. Interaksi phishing dan bot. 21 persen responden mengatakan mereka telah mengalami upaya phishing, 10 persen mengatakan mereka telah berinteraksi dengan bot, dan 15 persen mengatakan mereka telah menemui baik phishing maupun bot.


Ilustrasi. Foto: Freepik.

 
Baca juga: 9 Penggunaan AI yang Dilarang untuk Jurnalistik Menurut Dewan Pers


Menurut temuan tersebut, orang-orang semakin nyaman dan bergantung pada teknologi komunikasi berbasis AI, melampaui layanan pelanggan konvensional dan pertukaran fungsional untuk terlibat pada tingkat yang lebih dalam.

Orang Indonesia juga mengadopsi koneksi digital ini seiring dengan perkembangan teknologi AI, dengan chatbot yang semakin emosional dan interaktif. Aplikasi dan situs kencan online digunakan oleh jutaan orang di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Namun, penipuan kencan online semakin umum selain kisah-kisah sukses dalam dunia percintaan online.

Hingga saat ini, lebih dari 10 juta orang di dunia telah memverifikasi kemanusiaan mereka dengan World ID, 'Proof of human' digital dari World untuk internet, dan lebih dari 20 juta telah mengunduh aplikasi World di seluruh dunia.

Aplikasi dari teknologi tersebut tidak terbatas, memungkinkan segala hal mulai dari jejaring sosial dan aplikasi kencan tanpa bot hingga sistem pemungutan suara dan pemilihan online yang lebih transparan, dan manusia nyata adalah norma.

"Dengan AI yang semakin maju, semakin sulit untuk membedakan apakah video atau foto itu asli, yang telah terbukti bermasalah ketika pria berusaha mendekati seorang wanita ataupun sebaliknya. Kami percaya Proof of Human sangat penting: memastikan ada orang asli di ujung sana sangat penting untuk mencegah penipuan dan melindungi kesejahteraan mental kita," kata General Manager Indonesia di Tools for Humanity, Wafa Taftazani, dalam risetnya, Selasa, 18 Februari 2025.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Ade Hapsari Lestarini)