Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih. Dokumentasi/Istimewa
Ahmad Mustaqim • 29 April 2025 23:28
Bantul: Bupati Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Abdul Halim Muslih, menegaskan keberpihaknnya mendukung Kakek Tupon, 68, warga Dusun Ngentak RT 04, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, yang diduga jadi korban mafia tanah. Abdul Halim menyatakan masih melakukan berbagai hal agar Kakek Tupon mendapatkan haknya.
"Pemkab Bantul all out untuk membela mbah Tupon," kata Abdul Halim di Bantul pada Selasa, 29 April 2025.
Ia menerangkan bagian hukum Pemkab Bantul telah diberikan mandat menangani persoalan itu. Bagian hukum, kata dia, melakukan investigasi dan mengungkap fakta-fakta hingga seterang terangnya.
"Agar mengerucutkan kebenaran satu versi saja, karena beredar di lapangan masih ada beberapa versi
Ia menyatakan pemerintah menyediakan pengacara yang bisa secara gratis digunakan Kakek Tupon. Pasalnya, saat itu kasus perampasan tanah tengah ditangani Polda DIY.
"Sehingga saya menjamin kasus ini akan terus kita kawal sampai hak-hak Mbah Tupon itu dikembalikan," katanya.
Ia menegaskan targetnya yakni mengembalikan hak milik atas tanah yang berpindah kepemilikan kembali ke Kakek Tupon. Menurut dia, Pemkab Bantul berupaya bekerja secara objektif untuk menuntaskan masalah kepemilikan tanah itu.
"Maka, kami harus hati-hati, harus diinvestigasi secara objektif karena masalah hukum ini jangan ada yang dirugikan," terang Halim.
Sebelumnya, Tupon, 68, seorang petani di Dusun Ngentak RT 04 Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terancam kehilangan tanah dan bangunan. Tupon mengatakan kasus itu bermula ketika dirinya memiliki tanah 2.100 meter persegi dan hendak dijual 298 meter persegi melalui sosok BR pada medio 2020. BR ini Tupon percayai karena sudah mengenalnya.
"Saya juga mau pecah sertifikat untuk (dibagikan) ke anak-anakku," kata Tupon ditemui kediamannya pada Senin, 28 April 2025.
Topun merasa sudah saat saatnya membagi tanah untuk tiga orang anaknya. Selanjutnya, ia tak cukup paham atas proses yang BR lakukan.
Selang beberapa tahun, tahu-tahu ada perwakilan bank yang menyita tanah dan rumahnya. Tupon sempat bingung atas kondisi itu karena merasa tak memiliki persoalan. Dengan berkurangnya pendengaran dan tak bisa membaca tulis, ia tak tahu harus mencari bantuan ke mana.
"Sekarang maunya sertifikat maunya pulang ke tangan saya," kata sosok yang juga perajin batu bata ini.
Kini, sertifikat tanah milik Kakek Tupon yang sudah beralih nama telah diblokir internal kantor pertanahan. Pemblokiran ini dilakukan untuk melindungi hak tanah Kakek Tupon sebagai pemilik sah.