Perdana Menteri Timor-Leste Kay Rala Xanana Gusmão. Foto: Malay Mail
Kuala Lumpur: Perdana Menteri Timor-Leste Kay Rala Xanana Gusmão menegaskan bahwa keanggotaan negaranya dalam ASEAN didorong oleh identitas bersama dan rasa memiliki sebagai bagian dari kawasan, bukan sekadar pencarian keuntungan ekonomi.
Dalam konferensi pers pada Minggu, 26 Oktober 2025, Gusmão menyatakan bahwa sebagai "negara yang masih sangat miskin", motivasi Timor-Leste bergabung dengan ASEAN justru terletak pada pengakuan sebagai bagian integral dari Asia Tenggara.
"Motivasi kami tidak didorong oleh keuntungan langsung, tetapi oleh kenyataan sederhana bahwa kami adalah bagian dari ASEAN. Secara geografis, kami berada di dalam kawasan," tegas Gusmão dalam pernyataanya, dikutip dari
Malay Mail, Senin, 27 Oktober 2025.
Ia menggambarkan perjalanan panjang dan sulit yang telah ditempuh Timor-Leste sejak merdeka, menyebut negaranya bukan sebagai "negara yang gagal, tetapi negara yang rapuh" yang sedang dalam proses membangun diri. Bergabung dengan ASEAN diharapkan dapat mengubah isolasi menjadi pengaruh melalui kekuatan kolektif.
Peningkatan diplomasi
Gusmão menekankan bahwa manfaat terbesar keanggotaan ASEAN adalah kemampuan untuk memperkuat suara di panggung internasional.
"Berdiri sendiri, suara kita mungkin tidak didengar. Orang mungkin berkata, 'Siapa kamu? Kamu hanya negara pulau kecil.' Tetapi dalam ASEAN, suara kita akan bergema melalui komunitas besar negara-negara ini," ujarnya.
Ia juga menyoroti vitalitas ASEAN yang semakin diakui dunia dengan kunjungan pemimpin global seperti Presiden AS Donald Trump dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
Perdana Menteri menekankan pendekatan rendah hati Timor-Leste dengan menyatakan "kami datang untuk belajar, bukan untuk menuntut manfaat." Ia menjelaskan bahwa yang paling dihargai adalah "pertukaran pengetahuan, keterampilan, dan keahlian teknis" serta peluang investasi dan kemitraan, bukan sekadar keuntungan finansial.
Pendekatan ini mencerminkan kesadaran akan posisi Timor-Leste sebagai anggota baru yang perlu belajar dari pengalaman negara-negara ASEAN lainnya.
Tantangan geografis dan masa depan
Gusmão tidak menutupi tantangan domestik yang dihadapi Timor-Leste, termasuk kondisi geografis yang berbukit-bukit dimana hanya "sekitar 20 persen dari tanah kami yang datar" sehingga menyulitkan sektor pertanian. Dampak perubahan iklim yang tidak terprediksi semakin memperumit upaya pembangunan negara termuda di Asia Tenggara ini.
Keanggotaan ASEAN membuka peluang bagi Timor-Leste tidak hanya untuk berkembang secara ekonomi, tetapi juga untuk berkontribusi dalam percakapan global bersama tetangga regionalnya.
Langkah ini menandai babak baru dalam perjalanan bangsa yang telah berjuang puluhan tahun untuk kemerdekaan dan kini berusaha menemukan tempatnya dalam komunitas regional yang lebih luas, dengan semangat gotong royong dan saling menghormati yang menjadi ciri khas ASEAN.
(Muhammad Adyatma Damardjati)