Visiting Scholar di Precourt Institute for Energy, Stanford University, Gita Wirjawan, berbicara secara virtual di Global Town Hall, Sabtu, 15 November 2025. (YouTube / FPCI)
Willy Haryono • 15 November 2025 20:36
Jakarta: Upaya dunia untuk kembali memprioritaskan agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) menghadapi berbagai hambatan besar, mulai dari konflik geopolitik, rivalitas kekuatan global, perang dagang, hingga krisis multidimensi yang menggerus pencapaian SDGs menjelang 2030.
Hal tersebut disampaikan dalam sesi bertajuk “SOS World Leaders!!! Can We Refocus, Realign, and Reprioritize World Affairs for Sustainable Development?” dalam rangkaian Global Town Hall 2025 yang digelar secara virtual oleh FPCI dan Global Citizen pada Sabtu, 15 November 2025.
Dalam sesi tersebut, Visiting Scholar di Precourt Institute for Energy, Stanford University, Gita Wirjawan, menyampaikan dua pengamatan utama yang menurutnya menjelaskan mengapa komitmen SDGs kerap melenceng dari jalur.
Ia menilai dunia sudah terlalu nyaman menyamakan algorithmic amplification dengan demokrasi, sehingga terjadi jurang yang semakin lebar antara opini publik dan pengambilan kebijakan.
“Fenomena ini terlihat di negara maju, berkembang, maupun negara kurang berkembang, di mana ketimpangan ekonomi dan sosial, mulai dari pendapatan, kekayaan hingga kesenjangan antara kota-kota besar dan wilayah kecil, ikut memperburuk situasi,” tutur Gita.
Menurutnya, kondisi ini turut berkontribusi pada salah alokasi sumber daya untuk pencapaian SDGs. Ia kemudian menyoroti isu transisi energi yang menurutnya belum diiringi narasi dan eksekusi yang realistis.
Ketidakmampuan sebagian besar negara di Global South dalam mengakses energi terjangkau, dengan biaya listrik sekitar lima sen per kilowatt-jam, berbanding jauh dengan harga energi terbarukan yang masih berada pada kisaran 15 sen.
“Hingga hari ini, transisi tidak bergerak pada skala dan kecepatan yang kita harapkan bukan karena kurangnya teknologi, tetapi karena kurangnya modal ekonomi,” ujarnya.
Baca juga: Target SDG's 2030 Indonesia Krusial, Tata Kelola Pemerintahan Perlu Diperkuat