Ilustrasi. Foto: MI/Adam Dwi
Annisa Ayu Artanti • 4 April 2024 11:07
Jakarta: Pasar saham Indonesia tengah berada di tren melemah. Selama dua pekan IHSG mengalami koreksi hingga satu persen.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Irvan Susandy ada beberapa hal yang menjadi penyebab IHSG terkoreksi.
Ia juga menjelaskan, sejalan dengan terkoreksinya IHSG, terjadi arus keluar modal asing (net sell) dalam dua minggu terakhir, yakni sebesar Rp5,26 triliun.
Meskipun demikian, secara umum, pasar saham RI masih mencatatkan net buy sebesar Rp22,99 triliun dari awal tahun.
"IHSG mengalami koreksi sekitar satu persen sepanjang dua minggu terakhir, dar 18 Maret hingga 2 April 2024," kata dia, dikutip Kamis, 4 Maret 2024.
Faktor penurunan IHSG
Adapun beberapa faktor yang memengaruhi penurunan IHSG dan
net sell dalam beberapa waktu belakangan ini, pertama, sidang MK terkait hasil Pemilu semakin memanas.
Irvans mengatakan, hasil pemilu 2024 telah diumumkan pada 20 Maret 2024 dan menetapkan pasangan Prabowo-Gibran sebagai pemenang. Akan tetapi, hingga saat ini kandidat calon presiden dan wakil presiden Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud masih menggugat kepada MK terkait tudingan politisasi bansos dan APBN yang dilakukan menjelang pemilu 2024.
"MK pun setuju untuk memanggil empat menteri kabinet Jokowi, yaitu Menko Perekonomian RI, Menkeu RI, Menko PMK RI, dan Mensos RI," ucap dia.
Kedua, OJK resmi mengakhiri kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan terdampak covid-19 pada 31 Maret 2024. Menurutnya, dengan berakhirnya kebijakan ini sejalan dengan pencabutan status pandemi Covid-19 oleh pemerintah pada Juni 2023.
Ketiga, dia menyebutkan, masa pembagian dividen perusahaan tercatat yang disertai oleh repatriasi dividen.
Cum date atau hari terakhir pembelian saham beberapa Perusahaan tercatat besar, terutama pada sektor perbankan, jatuh pada Maret 2024, antara lain BBRI pada 13 Maret, BBNI pada 14 Maret, BMRI pada 19 Maret, dan BBCA pada 22 Maret.
Hingga 26 Maret 2024, keempat bank tersebut mengalami net buy asing tertinggi sepanjang 2024. Saham keempat perusahaan tersebut tercatat mengalami penurunan harga yang cukup signifikan pada Senin, 1 April ketika IHSG mengalami tekanan lebih dari dua persen (
date to date), yakni BBRI (-2,07 persen), BBNI (-4,24 persen), BMRI (-4,83 persen), dan BBCA (-2,23 persen).
"Pembagian dividen juga diiringi dengan masa repatriasi dividen dari dalam negeri kepada investor asing yang memegang saham dalam negeri. Hal ini turut menjadi faktor pelemahan rupiah," ujar dia.
Aktivitas transaksi cenderung menurun
Selanjutnya, faktor keempat adalah aktivitas transaksi yang cenderung menurun menjelang periode libur panjang. Irvans menjelaskan, tren aktivitas transaksi cenderung menurun khususnya mendekati libur Lebaran.
"Hal ini karena adanya peniadaan aktivitas transaksi sejak 8-15 April 2024," sebut dia.
Kelima, terkait
technical correction. Aksi koreksi yang terjadi setelah akumulasi kenaikan berturut-turut (reli) yang sempat mendorong IHSG sebelumnya hingga mencetak
all time high pada 14 Maret yaitu pada posisi 7.433,32.
Lalu, terkait data inflasi yang mengalami kenaikan. Irvans melanjutkan, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Maret mencapai 3,05 persen (
year on year/yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 2,75 persen (yoy). Kenaikan inflasi Maret 2024 salah satunya didorong oleh inflasi kelompok makanan, minuman, dan tembakau.
Terakhir, faktor ketujuh adalah kurs rupiah yang mengalami tekanan yang cukup signifikan sepanjang 2024.
Rupiah berdasarkan kurs Jisdor mengalami depresiasi sebesar 3,11 persen dari akhir 2023 hingga 2 April 2024. Adapun tekanan rupiah terhadap USD juga dialami oleh mata uang negara-negara lainnya. Dolar index (DXY) tercatat mengalami kenaikan sebesar 3,44 persen per 2 April 2024 (
year to date/YTD).
Pelemahan rupiah terhadap USD dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tren penguatan dolar AS yang dipengaruhi oleh data-data ekonomi AS yang tetap solid di tengah inflasi yang masih tinggi, sehingga kebijakan suku bunga AS diprediksi masih akan ditahan tinggi untuk sementara waktu, lalu eskalasi ketegangan geopolitik dan volatilitas yang mendorong penguatan dolar AS sebagai salah satu
safe haven, dan masa repatriasi dividen dari dalam negeri.