Ekonomi Thailand. Foto: Unsplash.
Bangkok: Perekonomian Thailand berada dalam kondisi resesi, karena tingginya tingkat utang rumah tangga. Sehingga meningkatkan tekanan pada bank sentral untuk menurunkan suku bunga.
Wakil Menteri Keuangan Thailand Julapun Amornvivat juga mengatakan pemerintah berkomitmen untuk melaksanakan rencana pemberian dana sebesar 500 miliar baht (USD14 miliar) yang akan ditransfer masing-masing sebesar 10 ribu baht (USD281) kepada 50 juta warga Thailand. Serta berharap penundaan dalam peluncurannya tidak akan lama.
Dia mengatakan, kebijakan suku bunga negara tersebut, yang berada pada tingkat tertinggi dalam satu dekade sebesar 2,50 persen, harus diturunkan pada tinjauan kebijakan bank sentral berikutnya pada 7 Februari 2024 untuk membantu menurunkan biaya pinjaman yang tinggi.
“Angka tersebut harus diturunkan karena tingginya tarif sekarang menjadi beban masyarakat. Masyarakat tidak dapat bertahan hidup,” kata dia, dilansir
Channel News Asia, Senin, 29 Januari 2024.
Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin juga mendesak bank sentral untuk menurunkan suku bunga agar membantu negara dengan perekonomian terbesar kedua di Asia Tenggara yang menurutnya sedang mengalami krisis.
Gubernur Bank Sentral Thailand Sethaput Suthiwartnarueput, yang mendapat kecaman dari perdana menteri karena tidak menurunkan suku bunga meskipun inflasi negatif. Dia mengatakan pertumbuhan lebih lambat dari perkiraan, namun perekonomian tidak berada dalam krisis. Sethaput mengatakan kebijakan suku bunga saat ini "secara umum netral".
Bank sentral mempertahankan suku bunga kebijakannya tidak berubah sebesar 2,50 persen pada pertemuan suku bunga terakhirnya di November, setelah menaikkannya sebesar 200 basis poin sejak Agustus 2022 untuk mengendalikan inflasi.
Pangkas pertumbuhan ekonomi
Pemerintah pekan lalu memangkas proyeksi pertumbuhan 2024 untuk negara dengan perekonomian terbesar kedua di Asia Tenggara ini menjadi 2,8 persen dari perkiraan sebelumnya sebesar 3,2 persen karena melemahnya ekspor dan menurunnya jumlah wisatawan asing.
Pemerintah juga menurunkan perkiraan pertumbuhan 2023 menjadi 1,8 persen dari 2,7 persen, di bawah pertumbuhan 2022 sebesar 2,6 persen. Produk domestik bruto (PDB) resmi pada 2023 akan dirilis oleh badan perencanaan tersebut pada 19 Februari 2024.
“Kalau ditanya, sekarang sudah pada level berbahaya. Semacam resesi ekonomi,” kata Julapun, seraya menambahkan situasi tersebut didorong oleh tingginya beban utang rumah tangga dan sektor swasta.