Prof Dr I Made Bandem, selaku Saba Pemutus Majelis Kebudayaan Bali Tingkat Provinsi Bali
Media Indonesia • 15 November 2024 09:05
Denpasar: Pemprov Bali secara resmi melarang pementasan joget bumbung jaruh yakni tarian pergaulan Bali yang dinilai terlalu erotis. Larangan ini dilakukan dengan merujuk pada ILIKITA (surat kesepakatan bersama) Majelis Kebudayaan Bali (MKB), Nomor 01/X/MKB/2024 tertanggal 21 Oktober 2024.
Pemerintah Provinsi Bali resmi mengeluarkan langkah tegas untuk melindungi budaya Bali dari pengaruh negatif joget bumbung jaruh, sebagaimana termuat dalam Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 18 Tahun 2024 tentang Tari Tradisi Joged Bumbung Jaruh. Surat edaran dan Ilikita tersebut mengatur tata pertunjukan, busana, serta melarang pementasan dan tayangan Joged Bumbung Jaruh di media sosial.
Joget Bumbung adalah tari pergaulan yang populer di Bali dan dikenal sebagai seni hiburan yang memiliki nilai sosial dan estetika tinggi, sehingga sangat digemari baik oleh masyarakat Bali maupun wisatawan yang berkunjung ke Bali. Tarian ini biasanya ditampilkan dengan busana sederhana seperti kain songket atau perada, kebaya, gelungan (hiasan kepala), dan selendang, serta menggunakan kipas sebagai properti.
Sebagai sebuah seni tradisi, Tari Joget Bumbung memiliki pakem berupa koreografi dan gerak tari yang memancarkan romantika keindahan. Namun, dalam perkembangannya banyak penari yang melakukan inovasi terhadap gerak-gerak pakem yang memberi kesan tidak senonoh, erotis dan mengeksploitasi tubuh dengan aksi seksual atau porno aksi.
Hal ini bertentangan dengan kaidah tarian Bali yang berunsurkan logika, etika, dan estetika agama Hindu atau sering kita sebut sebagai siwam (kesucian, logika), satyam (kebenaran, etika), dan sundaram (keindahan, estetika), sehingga menodai harkat dan martabat kesenian Bali. Pemerintah Provinsi Bali dan Majelis Kebudayaan Bali menilai joged bumbung jaruh melanggar nilai-nilai budaya Bali.
Aksi-aksi yang dianggap porno dan provokatif ini merusak kesakralan joget bumbung asli dan mengakibatkan keresahan masyarakat. Lebih lanjut, penyebaran video joget jaruh di media sosial dinilai memperburuk citra budaya Bali di mata publik. ILIKITA dari Majelis Kebudayaan Bali yang ditandatangani oleh Prof Dr I Made Bandem, selaku Saba Pemutus Majelis Kebudayaan Bali Tingkat Provinsi Bali, menegaskan bahwa joget bumbung jaruh tidak memenuhi standar kepatutan budaya dan harus dihentikan.
Larangan ini mulai berlaku sejak diterbitkannya Surat Edaran Gubernur Bali pada 22 Oktober 2024, yang berlaku untuk seluruh Bali. Pementasan dan tayangan joget bumbung jaruh dilarang tampil baik di panggung, acara publik, maupun media sosial.
Untuk mengimplementasikan larangan ini, Majelis Kebudayaan Bali bersama dengan Pemerintah Provinsi Bali akan melakukan penertiban secara terkoordinasi. Hal ini meliputi pelarangan pementasan joged jaruh di seluruh wilayah Bali serta menghapus semua tayangan joged jaruh dari media sosial. Langkah tegas ini dilakukan agar budaya Bali terlindungi dan tetap menjadi ikon yang bernilai luhur.
Dengan adanya larangan ini, masyarakat Bali diharapkan dapat menjaga citra positif joged bumbung sebagai warisan budaya yang memiliki nilai sosial tinggi dan menggambarkan keindahan serta kesantunan adat Bali. Kebijakan ini diharapkan dapat mencegah pengaruh negatif yang bisa merusak moral masyarakat dan citra Bali sebagai pusat budaya.