Ukraina klaim serang pesawat pengebom strategis Rusia. Foto: Anadolu
Fajar Nugraha • 2 June 2025 17:02
Kyiv: Pemerintah Ukraina mengonfirmasi bahwa pihaknya telah melancarkan serangan drone ke beberapa pangkalan udara Rusia tanpa memberitahu Amerika Serikat terlebih dahulu. Operasi ini menargetkan empat pangkalan militer dan mengklaim merusak hingga 41 pesawat tempur Rusia.
Serangan itu dilaksanakan oleh Dinas Keamanan Dalam Negeri Ukraina (SBU) dalam sebuah operasi rahasia bernama Jaring Laba-laba (Spider’s Web) yang digambarkan sebagai “kompleks dan sangat tertutup.” Seorang pejabat Ukraina menyatakan bahwa Presiden Volodymyr Zelenskyy dan Kepala SBU Vasyl Maliuk secara langsung memantau pelaksanaannya.
Mengutip dari India Today, Senin 2 Juni 2025, pangkalan udara yang menjadi sasaran berada di lokasi yang sangat jauh dari garis depan, termasuk wilayah Irkutsk dan Murmansk yang berjarak lebih dari 4.000 kilometer dari Ukraina, serta wilayah Ivanovo, Ryazan, dan Amur.
Kementerian Pertahanan Rusia membenarkan adanya serangan drone ke sejumlah pangkalan militer, meski menyatakan bahwa sebagian besar berhasil digagalkan.
Beberapa rekaman yang disiarkan oleh media Rusia menunjukkan drone yang muncul dari dalam kontainer dan beberapa pria berusaha menghentikan laju drone tersebut dengan naik ke atas truk.
Serangan ini berlangsung menjelang dimulainya putaran baru perundingan damai langsung antara Ukraina dan Rusia yang dijadwalkan diadakan di Istanbul pada Senin 2 Juni 2025, di mana Ukraina mengirim delegasi resmi untuk hadir.
Sebagai tanggapan, Rusia melancarkan serangan balasan yang digambarkan oleh militer Ukraina sebagai serangan drone terbesar sejak invasi penuh pada Februari 2022. Menurut Yuriy Ignat, kepala komunikasi Angkatan Udara Ukraina, Rusia meluncurkan 472 drone dan 7 rudal pada Minggu 1 Juni 2025 sebagai bagian dari balasan.
Belum ada konfirmasi independen mengenai skala kerusakan akibat serangan udara tersebut baik di Rusia maupun Ukraina, tetapi intensitas operasi militer dari kedua pihak kembali menimbulkan kekhawatiran terhadap prospek jangka pendek untuk perdamaian yang langgeng.
(Muhammad Reyhansyah)