Ilustrasi industri tekstil. Foto: Dok istimewa
M Ilham Ramadhan Avisena • 5 March 2025 21:10
Jakarta: Revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8/2024 yang sedang dilakukan pemerintah diapresiasi. Sebab, beleid itu telah mendorong pelemahan daya saing industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di dalam negeri.
Revisi tersebut diharapkan menyangkut kebijakan pengetatan impor, utamanya produk TPT sebagai bentuk perlindungan bagi industri TPT yang belum berdaya saing dalam liberalisasi perdagangan.
"Meskipun belum memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, industri tekstil berkontribusi besar dalam perekonomian nasional dan berperan mendorong pertumbuhan industri lain di sekitarnya," ujar Ekonom Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo Ernoiz Antriyandarti kepada Media Indonesia, Rabu, 5 Maret 2025.
Permendag 8/2024 yang saat itu disebut bakal mendorong geliat industri manufaktur di dalam negeri tampaknya tak berlaku bagi industri TPT. Yang ada, kata Ernoiz, utilisasi industri TPT semakin memburuk dan satu per satu tutup karena sudah berada di posisi shut down point.
Untuk itu, dia mendorong pemerintah untuk memikirkan secara cermat dalam perevisian Permendag 8/2024 kali ini. Menurut Ernoiz, perlu ada kebijakan yang dapat memperkuat utilisasi industri TPT dan memperbaiki inefisiensi.
Jika efisiensi sudah tercapai, maka perlu peningkatan efisiensi disertai spesialisasi produksi. Hal itu harus dilakukan agar industri tekstil dapat menghasilkan perluasan industri, tidak hanya menjadi tuan rumah di negeri sendiri, tetapi juga bisa mendapatkan keuntungan di pasar internasional.
"Kebijakan berbasis pendekatan modern juga dapat membangkitkan kembali industri tekstil dengan spesialisasi yang lebih besar dalam penggunaan sumber daya ekonomi di Indonesia," ungkap Ernoiz.
Baca juga:
Relokasi Pabrik ke Indonesia Dikhawatirkan Matikan Industri Nasional |