Imbas kebakaran yang melalap sebagian besar wilayah Los Angeles, Amerika Serikat. Foto: Anadolu
Jakarta: Rangkaian
kebakaran hutan melanda wilayah Los Angeles, California Selatan,
Amerika Serikat (AS) sejak 7 Januari 2025. Kebakaran hutan berskala luas ini terbagi ke dalam empat titik api utama, yaitu Palisades Fire, Eaton Fire, Hurst Fire, dan Kenneth Fire. Dua kebakaran terbesar dalam peristiwa ini adalah Palisades dan Eaton Fire.
Hingga Minggu, 12 Januari 2025, jumlah korban tewas akibat kebakaran hutan di Los Angeles dan sekitarnya telah mencapai 24 orang, dengan 16 lainnya dinyatakan hilang. Hampir 180 ribu orang telah diperintahkan untuk mengungsi, di tengah kehancuran lebih dari 12 ribu rumah dan bangunan lainnya.
Tingginya intensitas kebakaran menjadikan peristiwa di California Selatan ini menjadi sorotan di dalam dan luar negeri. Banyak pihak mempertanyakan apa sebenarnya yang menyebabkan kebakaran.
Apakah ini merupakan peristiwa tahunan, bersifat insidental, diakibatkan secara sengaja oleh pihak tertentu, atau mungkin merupakan dampak langsung dari
perubahan iklim?
Otoritas California, termasuk Dinas Pemadam Kebakaran California (CalFire), belum dapat menentukan penyebab pasti kebakaran besar ini, walau petugas telah menangkap seorang pria di dekat area terjadinya Kenneth Fire.
Terlepas dari apa pun penyebabnya, sejumlah pakar sepakat bahwa perubahan iklim dipastikan memperburuk situasi di area sekitar Los Angeles yang rawan kebakaran hutan. Temperatur yang lebih panas, musim kemarau yang lebih panjang, dan angin kencang yang lebih intens membuat wilayah ini lebih rentan terhadap kebakaran hutan.
Tanggapan terhadap hubungan antara perubahan iklim dan kebakaran ini memperdalam perpecahan pandangan di AS. Kelompok liberal meyakini bahwa kebakaran ini merupakan bukti nyata dampak perubahan iklim yang sudah sangat nyata dan tidak dapat disangkal. Sebaliknya, kelompok konservatif menolak anggapan tersebut, dan menganggap perubahan iklim sebagai agenda politik semata.
Perdebatan ini tidak hanya memperlambat tindakan konkret penanganan kebakaran hutan, tetapi juga menciptakan jurang yang semakin lebar dalam menangani bencana semacam ini.
Di saat beberapa media membahas hubungan antara kebakaran Los Angeles dengan perubahan iklim, presiden terpilih AS Donald Trump dan media sayap kanan memanfaatkan momen bencana ini untuk menyebarkan misnformasi, termasuk menyangkal peran krisis iklim.
Dampak perubahan iklim
Mengutip keterangan Tzeporah Berman dari Guardian, menyangkal sains dan mempromosikan narasi palsu jelas merupakan bagian dari ‘buku pedoman’ dari sektor industri bahan bakar fosil dan para pendukungnya. Trump kerap kali menyebut perubahan iklim sebagai hoaks dan sekali lagi mengancam akan menarik AS dari Perjanjian Iklim Paris.
Sains di balik kebakaran hutan di Los Angeles sudah jelas. Kebakaran hutan di wilayah tersebut menjadi semakin parah akibat perubahan iklim terkait peningkatan suhu dan kekeringan berkepanjangan di California Selatan.
Untuk mencegah kebakaran serupa di masa depan, perlu ada langkah konkret dalam mitigasi dan perencanaan. Salah satu langkah penting adalah melarang pembangunan rumah dengan struktur kayu di wilayah rawan kebakaran seperti Los Angeles.
Selain itu, diperlukan investasi dalam teknologi deteksi dini, pengelolaan hutan yang lebih baik, dan upaya global untuk mengatasi perubahan iklim.
Kebakaran di California selatan di awal tahun ini, termasuk Palisades Fire, Eaton Fire, Hurst Fire, dan Kenneth Fire, merupakan pengingat bagi semua pihak, termasuk Pemerintah Indonesia, untuk lebih serius dalam memitigasi dampak buruk perubahan iklim, terutama di daerah-daerah rawan bencana alam.
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto perlu lebih menyuarakan mengenai dampak buruk perubahan iklim, mengingat Indonesia juga merupakan salah satu negara rawan bencana. Seruan ini juga perlu dibarengi langkah konkret, semisal meningkatkan anggaran iklim agar upaya mitigasi bencana terkait perubahan iklim bisa lebih optimal.