Dampak Tarif Resiprokal AS ke Ekonomi RI Perlu Dicermati

Ilustrasi bendera Amerika. Foto: dok Kedutaan AS

Dampak Tarif Resiprokal AS ke Ekonomi RI Perlu Dicermati

Ade Hapsari Lestarini • 3 April 2025 16:40

Jakarta: Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akhirnya menandatangani perintah eksekutif tarif timbal balik pada mitra dagang tertentu.

Direktur Program Indef Eisha Maghfiruha Rachbini mengatakan, dampak tarif resiprokal AS terhadap perekonomian Indonesia ini pun perlu dicermati.

Menurut Eisha, tarif resiprokal Trump terhadap beberapa negara partner dagang, ini ditujukan untuk mendorong produksi dalam negeri, lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi AS.

Tarif resiprokal yang diterapkan AS terhadap Indonesia lebih tinggi dari negara Asia lain seperti Malaysia, Singapura, India, Filipina, dan Jepang.

Indonesia terkena sebesar 32 persen, sementara Tiongkok (34 persen), EU (20 persen), Vietnam (46 persen), India (26 persen), Jepang (24 persen), Thailand (36 persen), Malaysia (24 persen), Filipina (17 persen), dan Singapura (10 persen).

Dampak tarif terhadap pasar keuangan AS, harga saham turun setidaknya tiga persen, dan terdapat penurunan harga saham di pasar keuangan Jepang (terendah dalam delapan bulan), juga pasar saham Korea Selatan (terutama harga saham otomotif).

Selain itu, harga emas meningkat (mencapai rekor tinggi di atas USD3.160 per ounce). Sedangkan harga minyak dunia turun lebih dari tiga persen.

"Fluktuasi nilai tukar juga terjadi setelah tarif diberlakukan, yen Jepang menguat terhadap USD. Yen menjadi salah satu safe haven di tengah ketidakpastian ekonomi AS. Tarif yang diberlakukan AS bisa berpotensi menjadi boomerang bagi ekonomi AS (inflasi tinggi, harga barang tinggi karena tarif, dapat berdampak pada pasar tenaga kerja AS)," jelas Eisha, dalam keterangan tertulis, Kamis, 3 April 2025.


Presiden AS Donald Trump. Foto: CNN
 

Baca juga: 10 Negara dengan Tarif Trump Tertinggi, Indonesia Berapa?
 

Dampak tarif resiprokal ke ekonomi Indonesia


Dia mengatakan, secara rata-rata tahunan, pangsa pasar ekspor Indonesia ke negara tujuan AS sebesar 10,3 persen, terbesar kedua setelah ekspor Indonesia ke Tiongkok.

Penerapan tarif pada produk-produk ekspor Indonesia ke AS, akan berdampak secara langsung, tarif tersebut akan berdampak pada penurunan ekspor Indonesia ke AS secara signifikan, seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, serta produk pertanian dan perkebunan, seperti minyak kelapa sawit, karet, perikanan.

"Secara teori, dengan adanya penerapan tarif, maka akan terjadi trade diversion dari pasar yang berbiaya rendah ke pasar yang berbiaya tinggi. 
Sehingga akan berdampak pada biaya yang tinggi bagi pelaku ekspor untuk komoditas unggulan, seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, dan produk pertanian, dampaknya adalah melambatnya produksi, dan lapangan pekerjaan," jelas dia.

Oleh karena itu, Pemerintah perlu melakukan negosiasi perdagangan dengan AS dengan segera agar dapat meminimalkan (mengurangi) dampak tariff bagi produk ekspor Indonesia ke AS. Kekuatan negosiasi diplomatik menjadi sangat krusial, dalam memitigasi dampak dari perang dagang dengan AS.

Selain itu, Pemerintah perlu mengoptimalkan perjanjian dagang secara bilateral dan multilateral, CEPA, serta inisiasi perjanjian kerja sama dengan negara non-tradisional untuk mendorong ekspor produk terdampak, seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, serta produk pertanian dan perkebunan, seperti minyak kelapa sawit, karet, perikanan. Sehingga, pelaku ekspor dan industri terdampak dapat mengalihkan pasar ekspor.

"Pemerintah perlu memberikan kebijakan insentif keuangan, subsidi, dan keringanan pajak dapat membantu bisnis mengatasi peningkatan biaya dan pengurangan permintaan akibat dampak tarif dan perang dagang AS," jelas dia.

Selain itu, investasi dalam kemajuan teknologi dan inovasi, peningkatan keterampilan tenaga kerja  juga diperlukan untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global, sebagai upaya dalam jangka panjang.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Ade Hapsari Lestarini)