Ilustrasi mal. Foto: dok MI/Ramdani.
Jakarta: Anggota Komisi VI DPR, Darmadi Durianto, menyoroti fenomena rombongan jarang beli (Rojali) dan rombongan hanya nanya (Rohana) yang kini ramai diperbincangkan publik.
Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan itu menyebut kemunculan tren ini harus dilihat dari sejumlah indikator ekonomi baik secara mikro maupun makro.
"Jadi kalau ada indikator atau data, kita bisa tahu daya beli masyarakat lagi turun atau naik kan," kata Darmadi dalam keterangan dikutip Rabu, 6 Agustus 2025.
Darmadi menjelaskan terdapat beberapa indikator yang mencerminkan penurunan daya beli masyarakat. Pertama Non Performing Loan (NPL) di perbankan untuk Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) naik cukup drastis bahkan melampaui masa pandemi covid-19.
Ia menilai hal ini menunjukkan bahwa banyak masyarakat kini kesulitan mencicil rumah.
"Itu kan sudah indikator orang sudah kesulitan," jelasnya.
Indikator kedua adalah undisbursement loan, atau pinjaman-pinjaman yang telah disetujui bank namun tidak dicairkan oleh debitur, yang saat ini mencapai Rp2.350 triliun.
Darmadi menjelaskan bahwa debitur memilih untuk menahan pencairan kredit karena kondisi pasar yang lesu.
"Mereka yang sudah dikasih kredit oleh bank, tapi tidak dipakai ini beralasan karena kalau digunakan daya belinya lesu dan tidak ada yang beli. Jadi buat apa mereka ekspansi," ungkap Darmadi.
Indikator ketiga adalah turunnya indeks keyakinan konsumen. Ia menegaskan bahwa keseluruhan indikator tersebut menunjukkan penurunan daya beli masyarakat yang cukup signifikan.
"Makanya banyak berjalan rojali, rohana dan ada juga rohalus (Rombongan hanya elus-elus) saja di mall. Jadi semua indikator menunjukkan penurunan," ujar Darmadi.