Thailand dan Kamboja mulai saling serang di area perbatasan pada 24 Juli 2025. (Anadolu Agency)
Bangkok: Pemimpin Thailand dan Kamboja dijadwalkan bertemu di Malaysia pada Senin, 28 Juli 2025, dalam upaya meredakan ketegangan di perbatasan yang telah menewaskan sedikitnya 34 orang dan memaksa lebih dari 168 ribu warga mengungsi dalam empat hari terakhir. Pertemuan itu merupakan respons atas tekanan dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump agar kedua negara segera menghentikan kekerasan.
Juru bicara Perdana Menteri Thailand Jirayu Huangsap mengatakan, Pelaksana Tugas Perdana Menteri Phumtham Wechayachai akan menghadiri pembicaraan atas undangan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim. Anwar bertindak sebagai Ketua ASEAN tahun ini, sesuai rotasi tahunan antarnegara anggota.
Mengutip dari PBS News, Phumtham dijadwalkan bertemu Perdana Menteri Kamboja Hun Manet, meski pihak Kamboja belum mengonfirmasi kehadiran secara resmi.
Trump Ultimatum soal Perdagangan
Trump sebelumnya menyatakan lewat platform Truth Social bahwa dirinya telah berbicara dengan para pemimpin Thailand dan Kamboja, dan memberi sinyal tidak akan melanjutkan kesepakatan dagang dengan keduanya jika kekerasan terus berlangsung. Ia menyebut kedua pihak sepakat untuk duduk bersama dalam pembicaraan gencatan senjata.
PM Kamboja Hun Manet menyampaikan bahwa negaranya telah menyetujui gencatan senjata “segera dan tanpa syarat.” Ia mengklaim Trump telah menginformasikan bahwa Thailand juga setuju untuk menghentikan serangan setelah berbicara dengan Phumtham.
Thailand menyatakan dukungan secara prinsip terhadap gencatan senjata, namun menyerukan agar Kamboja menunjukkan “itikad baik” dalam proses negosiasi.
“Thailand akan terus mendorong dialog bilateral untuk mencapai solusi damai yang nyata,” kata Kementerian Luar Negeri Thailand dalam pernyataannya.
Kedua Negara Saling Tuduh
Ketegangan bermula dari ledakan ranjau darat di wilayah perbatasan pada Kamis lalu yang melukai lima tentara Thailand. Sejak saat itu, kedua negara saling menyalahkan atas serangan lintas batas yang terus berlanjut hingga Minggu.
Juru bicara militer Thailand, Kolonel Richa Suksowanont, menuding Kamboja menembakkan artileri berat ke wilayah Provinsi Surin, termasuk ke area permukiman warga. Ia juga menyebut Kamboja meluncurkan roket ke kompleks Candi Ta Muen Thom yang menjadi sengketa, dan mengklaim bahwa Thailand telah membalas dengan artileri jarak jauh.
Richa menyatakan upaya mediasi Trump adalah "urusan terpisah" dan operasi militer akan terus berlanjut sampai ada pembicaraan resmi dari pihak Kamboja.
Sementara itu, juru bicara Kementerian Pertahanan Kamboja, Letnan Jenderal Maly Socheata, menuding Thailand melakukan "eskalasi besar-besaran" dengan tank dan serangan darat ke berbagai wilayah Kamboja pada Minggu pagi.
Hingga Minggu malam, Thailand melaporkan total 21 korban jiwa, sebagian besar warga sipil. Sementara di Kamboja, total ada 13 korban tewas.
Lebih dari 131 ribu warga Thailand telah mengungsi ke lokasi aman, sementara 37 ribu warga Kamboja mengungsi dari tiga provinsi perbatasan. Banyak desa di perbatasan kini sepi, dengan sekolah dan rumah sakit tutup.
Baca juga:
Perang Thailand-Kamboja Tak Kunjung Reda, Seruan Trump Diabaikan