AS Jerat Bos Konglomerat Kamboja dalam Skandal Kripto Rp232 Triliun

Ilustrasi bitcoin. (Freepik)

AS Jerat Bos Konglomerat Kamboja dalam Skandal Kripto Rp232 Triliun

Muhammad Reyhansyah • 15 October 2025 16:39

Washington: Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyita lebih dari US$14 miliar atau sekitar Rp232 triliun dalam bentuk bitcoin dan menjerat pendiri konglomerat asal Kamboja, Chen Zhi, dalam skandal penipuan kripto berskala internasional. 

Ia dituduh menggunakan jaringan kerja paksa untuk menipu para investor dan mencuci hasil kejahatan melalui pembelian barang mewah, termasuk kapal pesiar, jet pribadi, dan lukisan Picasso.

Dalam dakwaan yang dibuka pada Selasa, 14 Oktober 2025, jaksa federal di Brooklyn menuduh Ketua Prince Holding Group tersebut melakukan konspirasi penipuan elektronik dan pencucian uang. 

Bersamaan dengan itu, pemerintah Amerika Serikat dan Inggris menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan Chen, sementara Departemen Keuangan AS menetapkannya sebagai organisasi kriminal transnasional.

Jaksa menuding Chen, 38 tahun, menyetujui kekerasan terhadap pekerja, menyuap pejabat asing, dan menggunakan bisnis lain seperti perjudian daring dan penambangan kripto untuk mencuci hasil ilegal. 

“Chen adalah dalang di balik kerajaan penipuan siber yang luas,” ujar Jaksa Agung Muda John Eisenberg, seperti dikutip Channel News Asia, Rabu, 15 Oktober 2025. Jaksa AS Joseph Nocella menyebutnya sebagai “salah satu operasi penipuan investasi terbesar dalam sejarah.”

Dalam salah satu percakapan, Chen dikatakan membanggakan diri bahwa skema pig butchering, istilah untuk penipuan yang menjebak korban dengan hubungan palsu menghasilkan US$30 juta per hari.

Menurut Departemen Keuangan AS, warga Amerika kehilangan sedikitnya US$10 miliar akibat skema penipuan berbasis Asia Tenggara pada tahun lalu naik 66 persen dibanding 2023 dan Prince Holding Group disebut sebagai “pemain dominan” dalam jaringan itu. Otoritas Tiongkok juga dilaporkan telah menyelidiki perusahaan tersebut sejak 2020 atas dugaan pencucian uang dan kejahatan siber.

Chen, warga kelahiran Tiongkok yang juga dikenal dengan nama “Vincent," masih buron. Jika terbukti bersalah, ia menghadapi hukuman hingga 40 tahun penjara. Pemerintah AS berencana menggunakan 127.271 bitcoin yang disita untuk mengganti kerugian korban, tergantung pada keputusan pengadilan.

Jacob Daniel Sims, pakar kejahatan lintas negara dari Harvard University, menyebut Prince Holding Group sebagai “bagian penting dari struktur yang menopang industri penipuan siber global,” sementara Chen dianggap sebagai “pilar utama ekonomi kriminal yang berkelindan dengan rezim Kamboja.”

“Langkah ini tidak langsung menghancurkan jaringan tersebut, tapi mengubah sepenuhnya cara dunia memandang risiko berbisnis dengan elite Kamboja,” ujar Sims.

Kerja Paksa, Kekerasan, dan Eksploitasi di Balik Skema Kripto

Dalam dakwaan, jaksa menggambarkan bagaimana Prince Holding Group membangun sedikitnya 10 kompleks di Kamboja yang berfungsi sebagai kamp kerja paksa. Para pekerja, banyak di antaranya migran yang ditipu dengan janji pekerjaan bergaji tinggi, dipaksa mengelabui ribuan korban lewat media sosial untuk menginvestasikan uang dalam mata uang kripto.

Alih-alih memperoleh keuntungan, dana para korban disalurkan ke perusahaan-perusahaan Chen untuk membiayai gaya hidup mewah mulai dari arloji Rolex, rumah liburan, hingga karya seni langka. Seorang korban kehilangan lebih dari US$400.000 dalam bentuk aset digital.

Kamp-kamp tersebut dikelilingi tembok tinggi dan kawat berduri, serta dilengkapi pusat panggilan otomatis yang mengoperasikan ribuan akun media sosial palsu. Salah satu kompleks dikaitkan dengan Jinbei Casino Hotel milik Prince Group, sementara lainnya dikenal sebagai “Golden Fortune.”

Menurut pernyataan sanksi Departemen Keuangan AS, para pekerja ditahan secara paksa, diisolasi, dan dipukuli jika melanggar aturan. Foto-foto dalam dakwaan menunjukkan luka parah di wajah dan tubuh korban. Chen sendiri disebut menyetujui satu aksi pemukulan terhadap seorang pekerja, tetapi memperingatkan agar “tidak sampai dibunuh.”

PBB memperkirakan sekitar 100.000 orang dipaksa menjalankan penipuan daring di Kamboja pada 2023, selain 120.000 di Myanmar dan puluhan ribu di Thailand, Laos, serta Filipina.

“Langkah hukum ini tidak akan menghapus ekonomi penipuan dalam semalam,” ujar Sims. “Namun tindakan ini mempersempit ruang gerak mereka dan mengirim pesan jelas bahwa kejahatan elite sebagai strategi kekuasaan memiliki konsekuensi berbahaya.”

Baca juga:  Trump Dilaporkan Raup USD600 Juta dari Kripto, Punya Aset hingga USD1,6 Miliar

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Willy Haryono)