Lukisan yang menggambarkan serangan ke penjara Bastille. (Cleveland Public Library)
Jakarta: Kemeriahan Bastille Day kembali menggema di seluruh Prancis pada 14 Juli 2025. Parade militer akbar di Champs-Élysées, pesta kembang api spektakuler di atas Sungai Seine dan Menara Eiffel, serta konser rakyat di berbagai kota memperingati hari revolusioner yang menjadi tonggak sejarah republik Prancis.
Tahun ini, perhatian publik Indonesia turut tertuju karena Presiden Prabowo Subianto hadir sebagai tamu kehormatan atas undangan Presiden Emmanuel Macron. Undangan tersebut merupakan tradisi diplomatik Prancis untuk menunjukkan kehormatan dan hubungan erat dengan negara mitra.
Namun di balik kemegahan upacara tersebut, Bastille Day memiliki akar sejarah yang dalam dan penuh gejolak. Hari ini memperingati penyerbuan penjara Bastille pada 14 Juli 1789, yang menjadi titik awal Revolusi Prancis dan simbol perlawanan terhadap monarki absolut. Berikut penjelasan lebih lanjut:
Titik Balik Sejarah Revolusi
Untuk mengerti apa itu
Bastille Day, penting untuk mengerti apa itu Revolusi
Prancis terlebih dahulu. Revolusi Prancis adalah gerakan besar yang meletus pada akhir abad ke-18, bertujuan menggulingkan monarki absolut dan membangun tatanan sosial-politik yang lebih adil.
Revolusi ini melahirkan ide-ide modern tentang demokrasi, hak asasi manusia, dan kedaulatan rakyat yang kemudian menyebar ke seluruh dunia.
Akar revolusi tersebut berasal dari ketegangan yang telah lama mengakar dalam struktur masyarakat Prancis. Ketidakadilan sistem feodal menciptakan jurang lebar antara kelas atas—kaum bangsawan dan klerus—dan rakyat biasa yang terbebani pajak berat.
Situasi ini diperparah oleh krisis keuangan yang menjerat kerajaan akibat pemborosan istana dan keterlibatan dalam berbagai perang, termasuk Revolusi Amerika. Kelangkaan pangan serta naiknya harga roti memicu gelombang kelaparan, memperdalam keresahan rakyat.
Kondisi ini mencapai puncaknya setelah Raja Louis XVI memecat Menteri Keuangan Jacques Necker pada 11 Juli 1789. Necker dikenal dekat dengan rakyat dan dianggap sebagai harapan terakhir reformasi. Pada 14 Juli 1789 ribuan rakyat Paris dari kalangan sans-culottes (kelas pekerja dan menengah bawah) menyerbu penjara Bastille.
Melansir France Channel TV dan Konsulat Jenderal
Prancis di Hong Kong, Bastille kala itu dinilai sebagai simbol penindasan Raja Louis XVI karena digunakan untuk menahan lawan-lawan politik dengan surat penahanan sewenang-wenang atau lettres de cachet.
Meskipun hanya terdapat tujuh tahanan, penyerbuan tersebut merupakan pernyataan tegas melawan ketidakadilan sistemik yang telah berlangsung lama.
Penyerbuan ini juga didorong oleh kekecewaan terhadap Sidang
Etats Generaux pada Mei 1789 yang gagal membawa perubahan. Sebagai respons, rakyat membentuk Majelis Nasional dan menyatakan tekad melalui Tennis Court Oath untuk menyusun konstitusi baru.
Aksi di Bastille menjadi katalis yang memperkuat gerakan revolusioner dan memicu rangkaian pemberontakan di seluruh Prancis.
Dari Revolusi ke Hari Nasional
Setelah penyerbuan Bastille menjadi tonggak simbolis perjuangan rakyat, lahirlah berbagai bentuk perayaan spontan dari masyarakat. Salah satunya adalah Fete de la Federation pada 14 Juli 1790, sebuah festival besar di
Champ de Mars yang dirancang untuk merayakan persatuan nasional.
Acara ini dihadiri oleh ratusan ribu warga Paris dan disambut antusiasme tinggi sebagai tanda awal persatuan pasca-kekacauan revolusi. Prosesi militer, misa terbuka oleh Uskup Autun, hingga sumpah kesetiaan dari Raja Louis XVI dan Jenderal Lafayette menandai upaya simbolik menyatukan kerajaan dan rakyat.
Namun, penetapan 14 Juli sebagai hari nasional secara resmi baru terjadi nyaris satu abad kemudian. Mengutip Konsulat Jenderal
Prancis di Hong Kong, Republik Ketiga menetapkan tanggal 14 Juli sebagai hari libur nasional pada 1880.
Keputusan ini dilatarbelakangi kebutuhan untuk menyatukan rakyat setelah kekalahan dalam Perang Prancis-Prusia dan kehilangan wilayah Alsace-Lorraine. Legislator memilih tanggal ini karena mengandung dua makna sekaligus: perjuangan rakyat pada 1789 dan semangat rekonsiliasi pada 1790.
Hal tersebut juga ditegaskan oleh Senator Prancis, Henri Martin dalam pidatonya tahun 1880 ketika muncul perdebatan untuk menjadikan hari tersebut sebagai hari nasional mengingat revolusi Prancis dikenang sebagai revolusi yang banyak menumpahkan darah.
"Jika sebagian dari kita merasa ragu terhadap 14 Juli 1789 karena kekerasannya, maka 14 Juli 1790 menyatukan kita dalam semangat damai dan persatuan," ujarnya.
Perayaan Bastille Day
Perayaan
Bastille Day adalah perwujudan konkret dari perjalanan panjang Revolusi
Prancis menuju penetapan 14 Juli sebagai hari nasional. Setelah resmi disahkan pada 1880 oleh Republik Ketiga, Bastille Day menjadi momen tahunan untuk merayakan identitas republik dan mengenang semangat perubahan yang dimulai sejak 1789.
Setiap tahunnya, perayaan ini diisi dengan upacara militer, konser, tarian rakyat, hingga pembagian makanan untuk warga miskin. Tradisi kembang api menjadi elemen penting yang diwarisi dari era Raja Louis XIV dan para maestro kembang api Ruggieri dari Italia yang mempopulerkan seni pyrotechnique modern di Eropa.
Bastille Day bukan sekadar pesta rakyat, melainkan perayaan nilai-nilai universal: kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan. Revolusi yang dipicu oleh penyerbuan Bastille menghasilkan perubahan mendalam, termasuk penghapusan feodalisme, kelahiran
Declaration of the Rights of Man and of the Citizen, dan pendirian Republik
Prancis.
Kini,
Bastille Day menjadi hari kebanggaan nasional sekaligus ajang diplomasi internasional. Parade militer terbesar Eropa, pesta rakyat di seluruh
Prancis, serta partisipasi pemimpin dunia seperti Presiden Prabowo tahun ini menunjukkan bahwa semangat revolusi 1789 masih hidup dan relevan dalam membangun solidaritas global.