Ilustrasi. Foto: Dok istimewa
Surabaya: Meski pemerintah telah menggulirkan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), harga beras medium di Jawa Timur masih belum stabil alias melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp13.500 per kilogram. Padahal produksi beras di Jatim mrncapai 5,43 juta ton per tahun alias surplus.
Dari total 38 kabupaten/kota, hanya tujuh daerah yang harga berasnya sesuai HET. Sementara di 21 daerah lainnya, harga beras medium SPHP masih tinggi. Misalnya, di Kota Malang harga tembus Rp16.500 per kilogram, di Kota Mojokerto mencapai Rp16.500 hingga Rp17.000 per kilogram, dan di Kabupaten Mojokerto berkisar Rp14.500 hingga Rp15.000 per kilogram.
Kepala Dinas Pertanian Jawa Timur, Heru Suseno, menegaskan persoalan ini bukan karena stok beras yang menipis, melainkan distribusi SPHP yang belum berjalan maksimal. Hingga pertengahan September, penyaluran SPHP baru terealisasi 15 persen dari target.
"Sebanyak 173 ribu ton beras SPHP ditargetkan bisa disalurkan hingga Desember 2025. Saat ini kami terus berupaya mempercepat distribusinya," kata Heru dalam keterangan pers, Senin, 22 September 2025.
Heru menjelaskan secara produksi Jawa Timur justru dalam kondisi surplus. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per 1 September 2025 mencatat produksi Gabah Kering Panen (GKP) sebesar 11,31 juta ton dan Gabah Kering Giling (GKG) sebanyak 9,41 juta ton.
Angka ini meningkat signifikan dibanding tahun sebelumnya, dengan kenaikan GKP sebesar 1,17 juta ton (11,53 persen) dan GKG naik 973 ribu ton (11,5 persen).
"Nah, dengan produksi itu, kebutuhan beras masyarakat Jatim yang rata-rata mencapai 3,25 juta ton per tahun masih sangat aman. Produksi beras kita mencapai 5,43 juta ton per tahun, sehingga masih surplus,” jelas Heru.
Untuk menekan harga, Pemprov Jatim juga mendorong Perum Bulog agar lebih agresif menyerap hasil panen petani. Sejak Januari hingga 16 September 2025, Bulog telah menyerap 679.671 ton beras dari petani di Jawa Timur.