Belajar dari Kasus Korupsi Sritex, Bank Diminta Lebih Prudent

Ilustrasi. Foto: Dok MI

Belajar dari Kasus Korupsi Sritex, Bank Diminta Lebih Prudent

Insi Nantika Jelita • 22 May 2025 15:11

Jakarta: Kasus dugaan korupsi yang melibatkan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) seharusnya menjadi pelajaran penting bagi industri perbankan dalam peningkatan kehati-hatian (prudential approach) terkait proses analisis dan pemberian kredit kepada debitur, terutama debitur korporasi besar.

Hal ini disampaikan Kepala Divisi Riset Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan terkait kasus dugaan penyalahgunaan fasilitas kredit bank oleh Sritex. Kasus ini menjadi sorotan publik setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga tersangka utama, termasuk mantan Direktur Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto.

"Pengawas dan perbankan dapat mengambil pelajaran dari kasus ini, sehingga dapat lebih prudent lagi dalam melakukan analisis dan pemberian kredit ke debitur," ujarnya kepada Media Indonesia, Kamis, 22 Mei 2025.

Menurut Trioksa, pada dasarnya bank memiliki prosedur yang rigid dalam  mengatur pemberian kredit dan harus patuh terhadap ketentuan baik internal maupun eksternal. Proses pemberian kredit pun semestinya dilakukan secara profesional dan bebas dari intervensi.

"Seharusnya dalam pemberian kredit juga dilakukan secara profesional dan terbebas dari tekanan," tegas dia.
 

Baca juga: 

Diduga Mengemplang Kredit Bank, Sritex Dinilai Bermasalah Sejak Awal



(Ilustrasi perbankan. Foto: Freepik)

Kredit korporasi butuh persetujuan berjenjang

Dia menjelaskan dalam praktiknya, proses kredit untuk korporasi besar memerlukan tahapan persetujuan berjenjang hingga ke level tertinggi manajemen, sesuai dengan plafon kredit yang diajukan. Setiap tahap seharusnya dilalui dengan analisis risiko yang komprehensif.

Namun demikian, Trioksa menyebut dalam dunia bisnis, selalu ada kemungkinan munculnya risiko baru yang sulit diprediksi sebelumnya. Risiko-risiko tersebut bisa berdampak pada kualitas kredit suatu perusahaan di kemudian hari.

Oleh karena itu, jika seluruh prosedur telah dijalankan sesuai ketentuan dan tidak terdapat unsur moral hazard dalam proses pemberian kredit, namun kredit macet tetap terjadi, maka hal itu seharusnya menjadi pelajaran bagi bank.

"Hal tersebut seharusnya menjadi pembelajaran berharga bagi pihak bank dalam memperkuat manajemen risiko kedepannya," ungkap dia.

Kasus dugaan korupsi Sritex berawal dari pemberian fasilitas kredit oleh sejumlah bank pemerintah kepada Sritex, yang kemudian tidak dilunasi hingga Oktober 2024. Total kredit macet mencapai Rp3,58 triliun, dengan kerugian negara sebesar Rp692,9 miliar.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)