Hamas khawatirkan sandera Israel tewas dalam serangan. Foto: Anadolu
Fajar Nugraha • 16 April 2025 05:45
Gaza: Hamas mengatakan Selasa 15 April 2025 bahwa setelah serangan Israel, pihaknya ‘kehilangan kontak’ dengan para penculik sandera Israel-Amerika di Gaza. Pembebasannya menjadi pusat perhatian dalam usulan terbaru Israel untuk gencatan senjata baru.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengunjungi Gaza utara pada Selasa, kantornya mengumumkan, sementara militer melanjutkan serangan yang dimulai kembali pada 18 Maret, yang secara efektif mengakhiri gencatan senjata selama dua bulan.
"Kami mengumumkan bahwa kami telah kehilangan kontak dengan kelompok yang menahan prajurit Edan Alexander setelah serangan langsung ke lokasi mereka. Kami masih berusaha menghubungi mereka saat ini," Abu Obeida, juru bicara sayap militer Hamas, Brigade Ezzedine Al-Qassam, mengatakan di saluran Telegramnya, seperti dikutip AFP.
Sayap militer kemudian merilis video yang ditujukan kepada keluarga para sandera yang tersisa, memperingatkan mereka bahwa orang yang mereka cintai kemungkinan akan kembali dalam peti mati jika Israel terus membombardir wilayah tersebut.
Di atas gambar video militan bertopeng yang membawa peti mati hitam dari mobil van putih dalam kegelapan, video tersebut memuat pesan dengan teks terjemahan dalam bahasa Inggris, Arab, dan Ibrani.
"Bersiaplah. Sebentar lagi, anak-anak Anda akan kembali dalam peti mati hitam dengan tubuh mereka terkoyak oleh pecahan peluru dari rudal tentara Anda," pesan tersebut memperingatkan.
Sayap bersenjata Hamas merilis video pada hari Sabtu yang memperlihatkan Alexander masih hidup, di mana ia mengkritik pemerintah Israel karena gagal membebaskannya.
Alexander tampak berbicara di bawah tekanan dalam rekaman tersebut, sering membuat gerakan tangan saat ia mengkritik pemerintah Netanyahu.
AFP tidak dapat memastikan kapan video tersebut direkam.
Alexander bertugas di unit infanteri elit di perbatasan Gaza ketika ia diculik oleh pejuang Palestina selama serangan mereka pada bulan Oktober 2023.
Tentara itu, yang berusia 21 tahun saat ditawan, lahir di Tel Aviv dan tumbuh di negara bagian New Jersey, AS, kembali ke Israel setelah sekolah menengah untuk bergabung dengan tentara.