Terpidana kejahatan seksual Jeffrey Epstein. (Anadolu Agency)
Muhammad Reyhansyah • 18 November 2025 10:41
Washington: DPR Amerika Serikat (AS) pekan ini bersiap memasuki agenda yang jarang mereka jalankan: bekerja penuh lima hari seperti kebanyakan masyarakat Amerika. Selain itu, DPR akhirnya akan mengadakan pemungutan suara mengenai rancangan undang-undang untuk merilis berkas terkait Jeffrey Epstein, finansier terpidana pelanggaran seksual.
Akhir pekan lalu, Presiden Donald Trump memberi lampu hijau kepada Partai Republik di DPR untuk mendukung pembukaan berkas tersebut, langkah yang sekaligus mengakhiri sikap Ketua DPR Mike Johnson yang sebelumnya menahan proses itu atas nama presiden.
Namun beberapa hari sebelumnya, Trump justru mendesak Departemen Kehakiman menyelidiki hubungan Epstein dengan politisi dan pejabat Partai Demokrat seperti mantan presiden Bill Clinton dan mantan menteri keuangan Larry Summers, serta para donor Demokrat seperti Reid Hoffman.
Jaksa Agung Pam Bondi pun segera menindaklanjuti. Hal ini membuka peluang bahwa berkas-berkas itu tetap tidak akan dirilis sekalipun Kongres menyetujuinya, karena kini kembali menjadi bagian dari penyelidikan aktif.
Perubahan sikap Trump terjadi tidak lama setelah Demokrat di Komite Pengawasan DPR merilis email dari Epstein yang bunuh diri saat ditahan federal di Manhattan pada 2019 sembari menunggu persidangan berisi klaim bahwa Trump “tahu soal para gadis” dan bahwa ia meminta kaki tangannya, Ghislaine Maxwell, “untuk berhenti.”
Upaya pemungutan suara dipastikan berjalan setelah Rep. Adelita Grijalva (Demokrat–Arizona) menjadi penandatangan ke-218 dalam petisi discharge bipartisan yang digagas Rep. Thomas Massie (Republik–Kentucky) dan Rep. Ro Khanna (Demokrat–California).
Sebelum komentar Trump pada Minggu malam, upaya itu memecah kubu Republik. Trump bahkan melontarkan serangan keras kepada Rep. Marjorie Taylor Greene (Republik–Georgia) karena menandatangani petisi tersebut dan mengkritiknya secara terbuka di CNN.
Sementara itu, Rep. Nancy Mace (Republik–Carolina Selatan) berupaya menyeimbangkan posisinya antara mendukung petisi dan menunjukkan solidaritas kepada para penyintas Epstein — sekaligus tetap membutuhkan dukungan Trump untuk pencalonan gubernur di negaranya.
Meski demikian, voting ini baru awal dari proses panjang yang mencakup deklasifikasi berkas secara aman tanpa mengungkap identitas korban sebuah proses yang dinilai tidak sesulit seperti yang digambarkan pemerintah. Pertentangan antara Kongres dan Departemen Kehakiman mengenai penyelidikan yang baru dibuka kembali juga hampir pasti terjadi. Selain itu, tidak ada jaminan Senat akan memutuskan untuk menggelar voting.
Mengutip dari The Independent, Selasa, 18 November 2025, berikut lima hal yang perlu diperhatikan menjelang pemungutan suara tersebut:
1. Kapan Voting Akan Digelar
Berdasarkan aturan DPR, ketua DPR memiliki kewenangan penuh menentukan tanggal dan waktu pemungutan suara atas petisi discharge terkait berkas Epstein. Johnson sebelumnya menolak keras voting tersebut dan bahkan memulangkan anggota DPR lebih awal untuk reses Agustus setelah Partai Demokrat menghentikan kerja Komite Aturan.
Dengan otoritas luas yang dimilikinya, Johnson dapat mempercepat voting agar segera berlalu dari sorotan media, atau justru menundanya hingga larut malam dengan harapan perhatian publik teralihkan oleh isu lain.
2. Berapa Banyak Anggota Republik yang Akan Membelot — dan Siapa Saja
Kini setelah Trump mendukung voting, anggota Republik memiliki ruang untuk menentukan sikap tanpa tekanan presiden. Sejak FBI dan Departemen Kehakiman merilis memo dua halaman pada Juli yang menyatakan Epstein tidak memiliki “daftar klien” dan kemungkinan bunuh diri, kelompok teoris konspirasi terus mendesak agar seluruh dokumen pemerintah terkait Epstein dibuka.
Anggota konservatif garis keras seperti Rep. Anna Paulina Luna (Republik–Florida) sudah lama mendorong teori seputar Epstein, sehingga suara mereka patut dicermati. Di sisi lain, anggota Republik dari distrik kompetitif akan menghadapi tekanan besar untuk mendukung pelepasan berkas agar tidak dicap menutupi kasus pedofil.
3. Akankah Senat Membahasnya?
Voting di DPR baru separuh perjalanan. Selama ini, isu berkas Epstein hampir sepenuhnya bergulir di DPR, sedangkan Senat memandang dirinya sebagai lembaga yang lebih deliberatif. Ketika The Independent menanyakan soal ini kepada Senator John Cornyn (Republik–Texas) pada Juli, ia menjawab, “Kami sudah punya cukup banyak pekerjaan.”
Pada September, ketika Senator Chuck Schumer mencoba memaksa voting untuk membuka berkas, hanya dua senator Republik, Rand Paul (Kentucky) dan Josh Hawley (Missouri) yang mendukung Demokrat. Dukungan Trump mungkin mendorong Pemimpin Mayoritas Senat John Thune menggelar voting cepat, tetapi ia juga bisa saja mengabaikannya.
Anggota Republik dari negara bagian medan-tempur serta Senator Susan Collins (Maine) yang menghadapi tantangan kuat dari Demokrat memiliki insentif mendukung pembukaan berkas. Senator Republik yang akan pensiun, seperti Thom Tillis (Carolina Utara) dan Joni Ernst (Iowa), juga tidak memiliki risiko politik untuk mendukungnya.
4. Bagaimana Reaksi Departemen Kehakiman
Salah satu ciri utama pemerintahan Trump saat ini adalah keinginan menempatkan Kongres di bawah kendali presiden. Mayoritas Republik di kedua kamar belum menunjukkan upaya menuntut akuntabilitas pemerintah.
Ketika Jaksa Agung Pam Bondi dan Direktur FBI Kash Patel hadir di hadapan Kongres, keduanya lebih tampak menampilkan kesetiaan kepada Trump ketimbang memberikan penjelasan komprehensif mengenai tindakan lembaga mereka.
Departemen Kehakiman dapat melakukan redaksi besar-besaran atau menetapkan sejumlah dokumen sebagai tidak layak rilis. Mereka juga dapat memberi ruang bagi Trump untuk mengklaim dirinya mendukung pelepasan berkas meski sebelumnya menolak selama berbulan-bulan sambil memastikan dokumen-dokumen itu tidak akan dirilis setidaknya hingga akhir masa jabatan keduanya.
Tidak perlu berharap mayoritas Republik di Senat atau DPR akan menggugat Departemen Kehakiman Trump–Bondi untuk memaksa penyerahan dokumen.
5. Sejauh Mana Isu Ini Akan Dipolitisasi
Rangkaian email yang dirilis pekan lalu menunjukkan satu kenyataan: jaringan Epstein menjangkau banyak pihak lintas partai. Selama bertahun-tahun, kelompok sayap kanan berharap temuan tersebut mengungkap keterlibatan para elit Demokrat dalam jaringan pedofil.
Memang benar, tokoh Demokrat seperti Clinton pernah berhubungan dekat dengan Epstein dan menggunakan pesawatnya. Namun tokoh Republik seperti Ken Starr, mantan penasihat independen yang memimpin penyelidikan terhadap Clinton hingga berujung pemakzulan juga berhubungan dengan Epstein.
Relasi yang terlalu akrab pun terlihat antara mantan Menkeu Clinton, Larry Summers, dengan Epstein. Namun Steve Bannon, strategis dan sekutu dekat Trump, juga mengirim email kepada Epstein setahun sebelum sang finansier meninggal dunia.
Dengan demikian, kedua partai dipastikan akan memanfaatkan temuan ini sebagai senjata politik untuk saling menuduh telah menutup-nutupi perilaku kriminal Epstein.
Baca juga:
Trump Desak Partai Republik Setujui Pembukaan Berkas Jeffrey Epstein