Guru Besar Unila Sesalkan Tudingan Istana Sebut Suara Akademisi Partisan

Guru Besar Ilmu Politik Unila, Prof Ari Darmastuti saat diwawancara awak media usai agenda pernyataan sikap akademisi Lampung di Student Corner FH Unila pada Rabu, 7 Februari 2024. (Foto: Lampost.co/Ihwana Haulan)

Guru Besar Unila Sesalkan Tudingan Istana Sebut Suara Akademisi Partisan

Medcom • 7 February 2024 16:50

Bandar Lampung: Menanggapi pernyataan yang dikeluarkan oleh beberapa tokoh politik serta menteri dari Istana yang mengatakan bahwa gerakan kampus menyuarakan demokrasi disebut-sebut sebagai gerakan partisan, akademisi di Lampung buka suara. Guru besar ilmu politik Unila, Prof Ari Darmastuti justru merasa heran, mengapa negara sebesar Indonesia bisa menganggap bahwa akademisi tidak mengerti bahkan disebut partisan.

"Kalau kami (akademisi) tidak boleh berbicara terus ngapain kita dipelihara oleh negara ini," ujar Prof Ari, Rabu, 7 Februari 2024.

Menanggapi hal tersebut, akademisi ilmu pemerintahan FISIP Unila menyebut bahwa akademisi memang bisa disebut partisan, tapi partisan tersebut adalah untuk kepentingan rakyat. "Saya kira betul kami partisan, tapi untuk tuan kami rakyat Indonesia. Jadi kami berkorban pada rakyat Indonesia bukan kepada partai politik apalagi sekelompok kecil orang," tegasnya.

Menurutnya suara akademisi seharusnya jangan dianggap sebagai gangguan (noise) melainkan sebagai suara/masukan yang membangun. "Suara kita ini jangan dianggap noise tapi ini adalah voice, suara rakyat adalah suara Tuhan," katanya.
 

Baca: Sidang Perdana Gugatan Wanprestasi Gibran Digelar Terbuka

Gerakan ini pun menurutnya bukan merupakan ajang untuk gagah-gagahan atau sekedar ikut-ikutan. Melainkan murni atas keresahan kaum akademisi atas kondisi yang hari ini terjadi di Indonesia.

"Bahkan saya sudah katakan pada teman-teman yang menggagas acara ini, kalau toh hari ini tidak ada pertemuan ini, saya akan bacakan pernyataan sendiri di bundaran Unila," katanya seraya diikuti riuh tepuk tangan dari mahasiswa dan puluhan awak media yang hadir.

Perjuangan teman-teman aktivis 1998 di era reformasi menurut Prof Ari adalah sebuah sejarah yang harus dihormati dan dirawat. Jika hari ini ada upaya untuk mengembalikan sistem otoritarianisme di Indonesia maka tentu kata dia itu tidak bisa dibiarkan.

"Rasa-rasanya masih belum kering darah Rizal (aktivis FISIP Unila yang gugur tahun 98) yang saat saya pulang ke rumahnya tahun 98 belum kering, saya menangis, jenazahnya di depan saya, darahnya masih menetes, sebelum dikubur. Lalu sekarang sudah dibelokkan lagi perjuangan itu, tentu saya tidak rela," ujarnya. (Lampost)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Whisnu M)