Prabowo-Gibran Perkuat Daya Saing Kelapa Sawit di Pasar Domestik dan Luar Negeri

Kelapa Sawit. Foto: MI.

Prabowo-Gibran Perkuat Daya Saing Kelapa Sawit di Pasar Domestik dan Luar Negeri

Media Indonesia • 8 July 2024 08:19

Jakarta: Pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo-Gibran, diharapkan mampu menciptakan produk sawit yang berdaya saing, serta memperkuat posisi komoditas strategis tersebut di pasar dalam dan luar negeri. Oleh karena itu, harus ada kebijakan promosi hingga proteksi sebagai solusi.
 

baca juga: 

Hadiri Borneo Forum, AHY Berkomitmen Tingkatkan Ekosistem Kelapa Sawit


“Kebijakan proteksi dapat dipilih pemerintah karena sawit seringkali dapat gangguan,” kata Guru Besar IPB University Rachmat Pambudy dilansir Media Indonesia, Senin, 8 Juli 2024.

Ia juga menyoroti wacana pembentukan Badan Sawit Indonesia yang muncul dalam beberapa waktu terakhir. pembentukan Badan Sawit, imbuhnya, memang menjadi kebutuhan bersama demi menghasilkan produk unggulan yang berdaya saing. Namun, harus dipastikan ada payung hukum yang jelas untuk mengatur pergerakannya agar bisa efektif.

”Badan sawit ini menjadi kebutuhan bersama. Prabowo adalah pemimpin yang sangat menghargai fungsi demokrasi. Demokrasi dilaksanakan dari aspirasi bawah sampai menjadi keputusan nasional. Aspirasi ini bukan hanya dari petani. Kita harus tahu pembentukannya berdasarkan apa? Apakah berdasarkan Undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, ini perlu dasar hukumnya," tambah Rachmat.

Pengurus Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fenny mengungkapkan sawit Indonesia masih terus dihadapkan pada kampanye negatif yang dilakukan pihak asing. Salah satu upaya yang bisa menangkal kampanye itu adalah dengan menggencarkan Indonesia Sustainable Palm Oil atau disingkat ISPO.

Menjamin sertifikasi sawit

Dia berharap, pemerintahan Prabowo-Gibran nanti bisa menjadikan ISPO sebagai sertifikasi satu-satunya yang berlaku agar keberterimaan pasar terhadap sawit bisa terjadi.

“ISPO harus menjadi nilai tambah bagi pelaku industri. Oleh karena itu kami berharap adanya advokasi mengenai hal ini. Nantinya saya berharap ada satu brand dengan hanya ISPO sebagai sebagai sertifikasi yang sustainable.,” ucap Fenny.

Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung menyoroti hal berbeda. Ia menyebut produktivitas sawit petani swadaya saat ini masih rendah. Di sisi lain, kebutuhan minyak sawit untuk energi di dalam negeri terus meningkat dengan adanya pengembangan biodiesel (solar campur minyak sawit).

Hal itu kemudian menjadi masalah ketika pemerintah ingin mengembangkan biodiesel hingga mencapai B50. Produktivitas kebun kelapa sawit yang rendah, kata Gulat, dapat mengancam pasokan untuk pemenuhan minyak sawit sebagai bahan baku energi maupun pangan.

"Kalau ingin B50, kami khawatir Indonesia menjadi importir CPO 1,2 juta ton per tahun dengan kondisi produksi saat ini," ujar Gulat.

Menurutnya, peremajaan sawit rakyat (PSR) harus menjadi prioritas. Lewat replanting, produktivitas kelapa sawit petani disebut dapat melonjak lebih tinggi. Namun, nyatanya program PSR masih jauh dari harapan. Sejak diluncurkan pada 2017, kata Gulat, realisasi PSR saat ini hanya mencapai 323 ribu hektare dari target 500 ribu hektare. Tumpang tindih kebijakan, dianggap menjadi faktor utama minimnya realisasi peremajaan sawit di kalangan petani swadaya.

Direktur Tanaman Kelapa Sawit dan Aneka Palma Kementerian Pertanian Ardi Praptono menjelaskan, dalam upaya meningkatkan produksi dan produktivitas perkebunan sawit rakyat, pemerintah terus berkomitmen mendukung sektor perkebunan kelapa sawit melalui program peremajaan dan penguatan sarana dan prasarana.

“Program PSR sangat penting karena berdampak langsung terhadap produktivitas. Sedangkan program Sarpras khususnya intensifikasi juga sebagai upaya peningkatan produktivitas tanaman sawit rakyat,” jelas dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arif Wicaksono)