RS Al-Shifa Diserang Israel, Warga Gaza Banyak Terjebak

Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza masih dikepung Israel. Foto: Associated Press

RS Al-Shifa Diserang Israel, Warga Gaza Banyak Terjebak

Fajar Nugraha • 13 November 2023 13:02

Gaza: Ratusan pasien terjebak dan ribuan orang mencari perlindungan di sekitar rumah sakit terbesar di Gaza, Palestina pada Senin 13 November 2023, ketika pasukan Israel dan pejuang Hamas bertempur di dekat kompleks tersebut.

 

Fasilitas Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza telah menjadi titik fokus perang paling berdarah yang pernah terjadi di wilayah tersebut, yang meletus lima minggu lalu.

 

Pada Minggu, para saksi di rumah sakit mengatakan kepada AFP bahwa "pertempuran dengan kekerasan" terjadi sepanjang malam.

 

Suara tembakan senjata ringan dan pemboman udara bergema di seluruh kompleks yang luas tersebut, di tengah laporan bahwa orang-orang yang lemah –,termasuk anak-anak,– sekarat karena kurangnya perbekalan dasar.

 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan badan-badan PBB lainnya mengatakan sebanyak 3.000 pasien dan staf berlindung di dalam rumah tanpa bahan bakar, air atau makanan yang memadai.

 

Dokter melaporkan dua bayi yang diinkubasi meninggal setelah listrik padam di unit neonatal dan seorang pria meninggal ketika ventilatornya dimatikan.

 

“Sayangnya, rumah sakit tersebut tidak lagi berfungsi sebagai rumah sakit,” kata Direktur WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, setelah melakukan kontak dengan staf di lapangan, seperti dikutip AFP, Senin 13 November 2023.

 

“Sudah tiga hari tanpa listrik, tanpa air,” katanya, menggambarkan situasi di dalam sebagai “mengerikan dan berbahaya.”

 

Tidak lagi berfungsi

Israel mengatakan bahwa militan Hamas -,yang juga menyandera 240 orang dalam serangan tanggal 7 Oktober,- bersembunyi di dalam fasilitas dan terowongan bawah tanah kompleks.

 

Presiden Isaac Herzog bahkan menggambarkan Al-Shifa sebagai "markas besar" operasional Hamas, namun membantah bahwa pasukan Israel telah menargetkan fasilitas tersebut.

 

Youssef Abu Rish, wakil menteri kesehatan di pemerintahan Hamas, pada hari Minggu mengatakan tiga bayi prematur lainnya telah meninggal bersama dengan enam pasien lainnya yang berada dalam kondisi kritis.

 

“Kami khawatir jumlah korban akan bertambah pada pagi hari,” tegas Abu Rish.

 

Di seluruh Kota Gaza, di rumah sakit Al-Quds, gambarannya juga dikatakan mengerikan, dan Bulan Sabit Merah Palestina memperingatkan bahwa rumah sakit tersebut sekarang tidak dapat digunakan karena kurangnya bahan bakar generator.

 

“22  dari 36 rumah sakit di Gaza tidak lagi berfungsi,” menurut badan kemanusiaan PBB.

 

Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mengecam Hamas karena menggunakan “rumah sakit dan warga sipil sebagai tameng hidup”, dan mendesak Israel untuk menunjukkan “penahanan diri maksimum”.

 

Evakuasi mandiri

Ketika Israel menghadapi tekanan kuat untuk meminimalkan kematian dan penderitaan warga sipil, militer pada hari Minggu mengumumkan pembukaan ‘koridor evakuasi mandiri’ dari Al-Shifa ke arah selatan.

 

Puluhan ribu warga Gaza telah melarikan diri dari wilayah utara atas perintah Israel. Namun tidak jelas ketentuan apa yang akan diberlakukan bagi orang sakit dan terluka untuk diangkut dari Al-Shifa.

 

Tentara Israel juga mengatakan tentara daratnya telah mengirimkan 300 liter bahan bakar ke rumah sakit "untuk keperluan medis yang mendesak".

 

Pihak militer membagikan rekaman kasar di malam hari yang memperlihatkan pasukan tempur sedang mengangkut jerigen dan meninggalkan selusin atau lebih di luar gedung.

 

AFP tidak dapat memverifikasi secara independen rekaman tersebut, atau klaim Israel bahwa Hamas "melarang rumah sakit untuk mengambilnya."

 

Hanya segelintir truk yang membawa bahan bakar yang diizinkan masuk ke Gaza sejak 7 Oktober, dan Israel khawatir pengiriman bahan bakar akan digunakan oleh militan Hamas.

 

Direktur Al-Shifa Mohammad Abu Salmiya mengatakan kepada wartawan bahwa klaim Israel adalah ‘kebohongan’.

 

Sebanyak 300 liter yang menurut tentara telah dikirimkan akan digunakan untuk menggerakkan generator "tidak lebih dari seperempat jam", kata Abu Salmiya.

 

Di dalam rumah sakit, AFP pekan lalu menyaksikan orang-orang yang sakit dan terluka di brankar yang memenuhi dinding koridor.

 

Halaman bangsal gawat darurat dipenuhi orang dan tumpukan sampah berserakan.

 

Beberapa dari ribuan orang yang mengungsi akibat pertempuran berkemah di fasilitas tersebut dengan menggunakan dapur darurat dan sedikit persediaan yang mereka miliki.

 

Hampir 1,6 juta orang – sekitar dua pertiga dari populasi Gaza – telah menjadi pengungsi internal sejak 7 Oktober, menurut badan PBB untuk pengungsi Palestina UNRWA.

 

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mengesampingkan seruan gencatan senjata, dan mengatakan Hamas harus terlebih dahulu membebaskan para sandera.

 

Warga Israel, yang masih terpukul oleh serangan terburuk dalam sejarah negara mereka dan sibuk dengan nasib para sandera, tidak berminat untuk berkompromi.

 

Sebuah jajak pendapat baru-baru ini yang dilakukan Institut Demokrasi Israel menunjukkan banyak warga Israel mendukung pembicaraan dengan Hamas untuk menjamin pembebasan sandera, namun percaya bahwa pertempuran tidak boleh dihentikan.

 

Netanyahu mengatakan kepada media AS bahwa “mungkin ada” kesepakatan untuk membebaskan beberapa sandera, namun tidak memberikan rincian apa pun.

 

“Semakin sedikit saya katakan tentang hal ini, semakin besar peluang saya untuk mewujudkannya,” katanya kepada NBC.

 

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan kepada MSNBC bahwa telah terjadi “negosiasi aktif” mengenai kemungkinan kesepakatan namun tetap bungkam mengenai rinciannya, sementara seorang pejabat Palestina di Gaza menuduh Israel menunda-nunda.

 

“Netanyahu bertanggung jawab atas penundaan dan hambatan dalam mencapai kesepakatan awal mengenai pembebasan beberapa tahanan,” kata pejabat tersebut kepada AFP tanpa menyebut nama.

 

Operasi Israel yang tiada henti sebagai respons serangan telah menewaskan sedikitnya 11.180 orang di Gaza, termasuk 4.609 anak-anak. Sementara korban tewas di Israel mencapai 1.200 orang, sebagian besar adalah warga sipil.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Fajar Nugraha)