Pemerintah Diminta Lindungi IHT Sebagai Industri Padat Karya

Ilustrasi pekerja di industri hasil tembakau (IHT). Foto: MI/Panca Syurkani

Pemerintah Diminta Lindungi IHT Sebagai Industri Padat Karya

Eko Nordiansyah • 20 December 2024 20:10

Jakarta: Rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek (plain packaging) yang tertera pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) terus menuai polemik yang berkepanjangan. Kehadiran industri tembakau, termasuk di dalamnya sektor sigaret kretek tangan yang padat karya, dinilai perlu mendapatkan perlindungan.

Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Kris Wijoyo Soepandji, melihat perlu adanya pertimbangan untuk dampak negatif yang muncul atas berbagai kebijakan yang diberlakukan untuk industri tembakau. Salah satu yang disoroti adalah Rancangan Permenkes yang merupakan aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.

Kris menganggap rencana aturan ini bisa mengancam pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para pekerja di industri tembakau yang padat karya. Padahal, pada masa pandemi lalu, pemerintah melakukan berbagai langkah tepat untuk melindungi masyarakat yang terlibat dalam sektor padat karya seraya meningkatkan pendapatan negara.

“Yang perlu kita lihat secara lebih bijaksana adalah apakah betul kebijakan itu, dalam bentuk hukum, akan bisa mendorong kemajuan, kesejahteraan masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya kepada wartawan, Jumat, 20 Desember 2024.
 

Baca juga: 

Melirik Cuan dari Industri Rokok Elektrik yang Makin Moncer



Untuk itu, Kris meminta pemerintah mengeluarkan aturan yang sesuai dengan tujuan pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto. Ia juga menilai perlu adanya pelibatan publik dari berbagai sektor agar pemerintah memiliki pertimbangan yang kuat untuk mengambil keputusan yang tepat demi kepentingan nasional.

Selain itu, Kris menilai bahwa suatu kebijakan harus dilihat dari sisi positive externality dan negative externality atau manfaat serta biaya yang ditimbulkan dari kegiatan ekonomi. Jika memang terdapat negative externality, maka pemerintah akan melakukan pengendalian dengan berbagai opsi yang tidak merugikan perekonomian nasional.

Dalam hal ini, ia mengungkapkan, Rancangan Permenkes dinilai berisiko menggerus pendapatan negara, sedangkan visi pengendalian konsumsi rokok dalam beleid tersebut masih diragukan. Pasalnya, industri tembakau merupakan salah satu sektor yang menyerap tenaga kerja secara signifikan, sehingga akan berdampak ke perekonomian.

“Oleh karena itu, jika Rancangan Permenkes diberlakukan tanpa bisa mengatasi dampak negatif yang akan muncul, maka industri tembakau akan kewalahan sehingga bisa berdampak terhadap PHK dan mempengaruhi perekonomian negara,” ungkap dia.

Kris mengungkapkan, kebijakan yang dibuat harus memastikan keberlangsungan industri-industri, sebagai salah satu kontributor terbesar bagi pendapatan negara. Upaya tersebut sejalan dengan tujuan pemerintah Presiden Prabowo yang memiliki visi Indonesia Emas 2045 melalui Asta Cita, salah satunya membuka banyak lapangan pekerjaan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)