Pakar hukum tata negara Refly Harun. Medcom.id/Theo
Theofilus Ifan Sucipto • 6 August 2023 14:50
Jakarta: Pakar hukum tata negara Refly Harun menangkap fenomena ketidakadilan soal kebebasan bicara. Pejabat dinilai lebih leluasa memberi pernyataan meski kontroversial.
"Mudah sekali mempersekusi masyarakat yang mengkritik atau dianggap berbohong, tapi pejabat publik bisa ngomong kampungan," kata Refly dalam diskusi virtual Crosscheck Metrotvnews.com bertajuk 'Mengepung Rocky Gerung, Siapa Untung?' Minggu, 6 Agustus 2023.
Refly merujuk pada pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan beberapa waktu lalu. Luhut menyebut operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kampungan.
Refly mengatakan dikritik merupakan konsekuensi sebagai pejabat publik. Justru, kritik penting guna meminimalkan potensi pejabat melakukan praktik lancung.
"Bayangkan seandainya pejabat publik melakukan sesuatu yang salah, keliru, tidak adil, korup, masa masyarakat tidak boleh marah dan memaki?" ujar dia.
Sementara itu, Refly juga mengimbau agar masyarakat semakin dewasa. Publik mesti memahami presiden bukan milik segelintir orang.
"Jadi masyarakat jangan baperan, dikit-dikit memenjarakan karena nanti retaliasi atau saling balas dendam," tutur dia.
Refly menyebut hal itu tidak sejalan dengan mandat konstitusi. Yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah.
"Kita merdeka 70 tahun lebih tapi masyarakat tidak merasa terlindungi tidak hanya dari bahaya kelaparan tapi kriminalisasi oleh negara," ucap dia.
Saksikan Crosscheck Metrotvnews.com bertajuk 'Mengepung Rocky Gerung, Siapa Untung?' selengkapnya di sini