Ilustrasi polusi udara/MI/Usman
Media Indonesia • 27 August 2023 12:25
Jakarta: Kerugian akibat polusi udara tahun ini ditaksir melebihi Rp60 triliun. Kerugian itu merupakan temuan Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB).
“Tahun 2016, 2017, sampai 2019 saja, polusinya yang tidak sepekat ini sudah Rp51 triliun. Tahun ini kita prediksi di atas Rp60 trililun kerugiannya," ujar Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin dalam diskusi ‘Menggugat Kerugian Krisis Polusi Udara Jakarta’ di Jakarta, Minggu, 27 Agustus 2023.
Temuan itu, kata dia, merupakan refleksi dari kerugian materi yang diderita warga. Terutama, terkait aspek kesehatan masyarakat yang paling dirugikan dari polusi udara.
"Beban medis yang harus dibayar masyarakat Jakarta lho ini. Kita belum menghitung masyarakat Jabodetabek secara keseluruhan," ujar dia.
Menurut Ahmad Safrudin, kerugian materi ini berpotensi terus bertambah. Terlebih, polusi udara terus berlangsung.
Dia menyebut kerugian memang meningkat, karena konsentrasi pencemar juga meningkat. Menurut dia, komposisi pencemar yakni particulate matter (PM), hidrokarbon, karbon monoksida, nitrogen dioksida, sulfur dioksida, dan ozon.
"Ada enam parameter. Hal ini yang menyebabkan polusi semakin parah,” kata dia.
Tahun kemarin, lanjut Ahmad, dalam situasi yang hampir mirip dengan tahun ini, diikuti kemarau yang lumayan panjang, konsentrasi dari berbagai pencemaran cukup tinggi. Misalnya untuk PM2.5 rata-rata 43-46 mikrogram/m3.
“Padahal untuk 30 mikrogram/m3 itu sebenarnya kategori tidak sehat. Bayangkan sekarang ini terjadinya beruntun membentuk tren data selama satu tahun. Setiap hari udara yang kita hirup sangat tidak sehat," kata dia.
Menurut Ahmad, tidak ada cara lain yang dapat dilakukan pemerintah selain menertibkan pabrik atau industri pencemar udara. Kemudian, menghentikan penjualan bahan bakar bertimbal (Premium 88, Pertalite 90, Solar 48, dan Dexlite), pembatasan penggunaan kendaraan pribadi dan mendorong masyarakat menggunakan transportasi umum.
“Kita ingin pemerintah baik pusat maupun pemerintah DKI Jakarta menyikapi kedaruratan pencemaran udara ini dengan tindakan nyata. Kita juga ingin mendorong agar masyarakat berani menggugat kepada pemerintah. Pemerintah harus bertanggungjawab atas kualitas udara yang tidak sehat ini,” tegasnya.
MI/Dinda Shabrina