Keluar dari Negara Berpendapatan Menengah, Ekonomi RI Nggak Cukup Kalau Cuma Tumbuh 8%!

Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy (kiri). Foto: MI/Insi Nantika Jelita.

Keluar dari Negara Berpendapatan Menengah, Ekonomi RI Nggak Cukup Kalau Cuma Tumbuh 8%!

Insi Nantika Jelita • 5 July 2025 17:30

Jakarta: Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rachmat Pambudy mendorong reindustrialisasi sebagai langkah strategis untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. Dia menyebut reindustrialisasi sebagai pengubah permainan (game changer) dalam upaya keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle-income trap).

Mimpi Indonesia untuk keluar dari negara berpendapatan menengah pun dianggap tidak cukup jika pertumbuhan ekonomi hanya berada di kisaran enam sampai delapan persen. Ekonomi Indonesia harus didorong hingga mencapai dua digit.

"Reindustrialisasi menjadi game changer untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi," tegas Rachmat dalam Seminar Nasional Outlook Industrialisasi Indonesia yang digelar di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD City, Tangerang, Sabtu, 5 Juli 2025.

Namun demikian, dia menyebut upaya ini bukanlah perkara mudah. Indonesia perlu menggenjot industri manufaktur karena kontribusinya yang masih rendah di bawah 19 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

"Kita ingin mengembalikan kontribusi sektor industri ke atas 20 persen seperti sebelum krisis moneter,bahkan kalau bisa lebih tinggi lagi," tegas Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) bidang Ilmu Penyuluhan Pembangunan itu.

Lebih lanjut, dia menyoroti pergeseran lapangan pekerjaan di Indonesia, dari sektor-sektor berpendapatan tinggi ke sektor berpendapatan rendah. Hal ini, menurutnya, disebabkan oleh dominasi tenaga kerja yang belum terampil (unskilled labor).  

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, Bappenas telah menetapkan strategi reindustrialisasi melalui kerangka Industri Hebat. Rachmat menegaskan percepatan pembangunan industri menjadi kunci utama, dengan landasan pada keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia.

"Jika potensi ini dikembangkan dan didukung penuh oleh keterlibatan para insinyur dalam negeri, Indonesia diyakini mampu melompat ke tahap keunggulan kompetitif yang sulit ditandingi oleh negara lain," tuturnya.
 

Baca juga: Biaya Logistik RI Dibidik Turun ke 8% pada 2030


(Ilustrasi. Foto: dok MI)
 

Reindustrialisasi jadi 'harga mati'


Dalam kesempatan sama, Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Ilham Akbar Habibie menegaskan komitmen pihaknya mendorong reindustrialisasi di Tanah Air. Menurutnya, Indonesia jangan sampai mengalami fenomena deindustrialisasi dini, yakni penurunan kontribusi sektor manufaktur sebelum negara ini benar-benar mencapai tahap industrialisasi yang matang. "Saya tekankan reindustrialisasi itu penting. Indonesia belum mengalami hal itu," sebut Ilham.

Dia menilai Indonesia sudah terlalu lama bergantung pada ekspor komoditas mentah. Meski Indonesia adalah produsen utama minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO), 60 persen dari ekspor tersebut dikatakan masih dalam bentuk mentah.

Produk turunan bernilai tinggi seperti oleokimia dan biofuel belum tergarap optimal. Batu bara juga demikian, dari 600 juta ton produksi, hanya 30 persen dimanfaatkan dalam negeri. Potensi hilirisasi seperti gasifikasi pun belum tergarap maksimal.

Menurutnya, kini saatnya Indonesia membangun kemandirian teknologi dan memperkuat sektor manufaktur agar tidak terus-menerus menjadi negara di hilir rantai pasok global.

Lebih dari sekadar pertumbuhan ekonomi, industrialisasi juga erat kaitannya dengan penciptaan lapangan kerja formal dan berkualitas. Ilham menegaskan rakyat Indonesia memiliki potensi dan keinginan untuk bekerja serta berkembang. Yang dibutuhkan adalah akses kerja dan ekosistem industri yang tangguh.

"Dari mana kita mau mendapatkan lapangan pekerjaan yang formal dan berkualitas kalau tidak ada industri yang berkuat," ungkap Kepala Badan Riset dan Teknologi Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) itu.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)