KLB Campak Disebabkan Turunnya Cakupan Imunisasi Rutin Lengkap

Ilustrasi. Metrotvnews.com.

KLB Campak Disebabkan Turunnya Cakupan Imunisasi Rutin Lengkap

Despian Nurhidayat • 10 September 2025 11:04

Jakarta: Kementerian Kesehatan menyoroti meningkatnya kasus campak di Indonesia yang berkaitan dengan turunnya cakupan imunisasi rutin lengkap dalam beberapa tahun terakhir. Kejadian Luar Biasa (KLB) campak kembali muncul, salah satunya di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.

Direktur Imunisasi Kemenkes Prima Yosephine menyebutkan cakupan imunisasi rutin lengkap di Indonesia pernah mencapai 92 persen pada 2018. Namun, turun menjadi hanya 87,8 persen pada 2023.

"Tren ini berimbas langsung pada meningkatnya kasus campak. Tahun 2022 tercatat lebih dari 4.800 kasus campak konfirmasi. Jumlah tersebut meningkat pada 2023 menjadi lebih dari 10.600 kasus," ujar Prima dilansir dari laman resmi Kemenkes, Rabu, 10 September 2025. 

Pada 2024, kasus campak menurun menjadi lebih dari 3.500 kasus. Namun, kembali meningkat pada 2025, yang pada Agustus telah tercatat lebih dari 3.400 kasus. Selain itu, terjadi KLB campak di sejumlah wilayah. 

Tahun 2022 dilaporkan sebanyak 64 KLB, kemudian tahun 2023 meningkat menjadi 95 KLB. Pada tahun 2024 menurun menjadi 53 KLB, namun kembali meningkat di tahun 2025, sampai bulan Agustus tercatat sudah terjadi sebanyak 46 KLB.
 

Baca juga: Waspada, Kasus Campak di DKI Jakarta Melonjak

Ia menambahkan, cakupan imunisasi campak-rubela (MR) dosis pertama (MR1) dan kedua (MR2) juga masih jauh dari target 95 persen untuk membentuk kekebalan kelompok. Pada 2024, cakupan MR1 sebesar 92 persen dan MR2 sebesar 82,3 persen.

"Masyarakat diimbau agar tidak menunda dan tidak takut imunisasi karena vaksin campak terbukti aman, bermutu, serta diberikan gratis oleh pemerintah," ujar Prima.

Ia melanjutkan, jika terdapat anak atau anggota keluarga yang mengalami demam, bercak merah pada kulit, batuk, pilek, dan mata merah, masyarakat diimbau segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan vitamin A dan pengobatan. Pasien campak perlu diisolasi di rumah untuk mencegah penularan dan didukung dengan asupan gizi seimbang guna mempercepat pemulihan. 

Tak kalah penting, masyarakat diminta menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Mengingat campak ditularkan melalui droplet, penggunaan masker saat berinteraksi dengan penderita sangat dianjurkan.
 
Baca juga: Menkes: Ketimbang Covid-19, Campak Penyakit Paling Menular Didunia

Perkembangan kasus campak di Sumenep

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep Ellya Fardasah melaporkan kasus campak pertama muncul pada Agustus 2024. Hingga 26 Agustus 2025 pada tahun 2025, tercatat 2.139 kasus suspek campak, dengan 205 kasus terkonfirmasi laboratorium. Sebagian besar pasien adalah anak balita dan usia sekolah dasar.

"Rentang usia terbanyak 1-4 tahun dengan proporsi 53 persen, disusul anak usia 5-9 tahun sebanyak 29 persen," ujar Ellya.

Kemenkes juga menurunkan tim surveilans untuk mendampingi Dinas Kesehatan setempat, sekaligus memastikan ketersediaan dan distribusi vaksin aman.

Komite Ahli Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi, Anggraini Alam, menegaskan campak dapat menyebabkan komplikasi serius, mulai dari pneumonia, diare berat, radang otak (ensefalitis), hingga Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE) atau penyakit saraf fatal yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi campak masa kanak-kanak dan belum ada obatnya.

"Karena itu, imunisasi harus diberikan tepat waktu. Imunisasi MR dosis pertama diberikan pada usia 9 bulan dan dosis kedua pada usia 18 bulan. Bila belum lengkap, segera lengkapi tanpa menunggu ada kasus di sekitar," tegas Anggraini.

Ia juga mengimbau orang tua untuk proaktif mengecek status imunisasi anak di Puskesmas atau Posyandu. Ia mengingatkan pencegahan adalah kunci agar KLB tidak meluas.

"Kalau kita bisa menjaga cakupan imunisasi tetap di atas 95 persen, maka rantai penularan bisa diputus. Itu yang harus jadi komitmen bersama," kata Anggraini.

Upaya penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) campak di Kabupaten Sumenep telah dilakukan secara terkoordinasi oleh Kementerian Kesehatan bersama berbagai pihak terkait. Penyelidikan epidemiologi (PE) dan Survei Cepat Komunitas (SCK) dilakukan segera oleh tim gabungan dari Kemenkes, WHO, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, serta Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep.

Pada 15 Agustus 2025, Kementerian Kesehatan bersama pemangku kepentingan melakukan advokasi kepada Bupati Sumenep dan lintas sektor terkait, termasuk Dinas Pendidikan, Kementerian Agama, Kominfo, Dinas Sosial, Dukcapil, Majelis Ulama Indonesia, PKK, Muslimat NU, Aisyiyah, Fatayat, Nasyiatul Aisyiyah, Himpaudi, IGTKI, serta IGRA. 

Kemenkes juga mengirimkan vaksin untuk pelaksanaan Outbreak Response Immunization (ORI) sekaligus menyosialisasikan serta memberikan edukasi kepada masyarakat. Analisis kasus secara rutin dilakukan dengan penyusunan laporan situasi (situation report) harian selama KLB berlangsung. 

Sebagai upaya penanggulangan, Dinkes Sumenep telah melaksanakan Outbreak Response Immunization (ORI). serempak di seluruh wilayah Kabupaten Sumenep bagi anak usia 9 bulan hingga 6 tahun, dimulai pada 25 Agustus hingga akhir September 2025. Untuk memperkuat respons lapangan, tenaga field epidemiology training program (FETP) juga dikerahkan ke Kabupaten Sumenep guna mendukung pengendalian KLB.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)