Kecelakaan kereta api di Jawa Timur. Dokumentasi/ Metro TV
M Rodhi Aulia • 28 May 2025 13:05
Jakarta: Langit Senin siang itu masih menggantung awan kelabu ketika suara deru kereta memecah keheningan di Kelurahan Mangge, Kecamatan Barat, Magetan, Senin, 19 Mei 2025. Sekitar pukul 12.48 WIB, dua kereta api—Matarmaja dan Malioboro Ekspres—dijadwalkan melintasi rel di JPL 08, sebuah palang perlintasan kecil yang dijaga oleh seorang pria bernama Agus Supriyadi.
Hari itu, seperti biasa, Agus (49) mengenakan seragam lusuhnya. Ia berdiri di pos kecilnya, matanya menyapu jalan dan rel yang bersilangan di depannya.
Dari radio komunikasi internal, Agus telah menerima informasi penting: dua kereta akan melintas, salah satunya Matarmaja dan lainnya Malioboro Ekspres. Tapi entah mengapa, pikirannya kosong sesaat. Lengah.
Dan kelengahan itu, seperti domino yang terjatuh perlahan, mengantarkan empat nyawa ke liang lahat.
“Saat itu saya baru ingat yang lewat dobel (KA), kemudian saya berusaha menutup kembali,” ucap Agus pelan, Selasa, 27 Mei 2025 di hadapan Kapolres Magetan AKBP Raden Erik Bangun Prakasa.
Sebelumnya, Agus telah menutup palang seperti prosedur biasa. KA Matarmaja lewat tanpa gangguan.
Baca juga: Penjaga Perlintasan Jadi Tersangka Kecelakaan KA Malioboro
Tapi ketika gerbong terakhir lenyap dari pandangan, ia membuka kembali palang perlintasan. Di sisi lain, tujuh sepeda motor yang telah lama menunggu di balik palang langsung melesat ke rel—tanpa tahu, maut sedang melaju dari kejauhan.
Agus, yang baru teringat bahwa ada KA kedua akan melintas, panik. Ia berlari hendak menutup palang kembali. Tapi semuanya sudah terlambat.
Tubuh-tubuh, motor, suara logam menghantam keras—semuanya terjadi dalam satu kilatan mengerikan yang tak bisa dihentikan siapa pun.
“Tapi kejadian tidak bisa dihindarkan,” suaranya nyaris tak terdengar.
Empat orang tewas di tempat. Lima lainnya luka-luka. Di antara korban meninggal ada anak muda dan kepala keluarga—Totok Herwanto, Rama Zainul Fatkhur Rahman, Resyka Nadya Maharani Putri, dan Hariyono. Mereka tak tahu, saat menyalakan mesin motor dan bersiap menyeberang, bahwa hidup mereka tinggal beberapa detik lagi.
Di hadapan keluarga korban, Agus akhirnya berdiri dengan gemetar. Tubuhnya mengecil di antara tangis dan luka jiwa mereka yang ditinggal. Ia tahu, ucapan apa pun takkan cukup. Tapi tetap ia ucapkan:
“Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya...,” katanya terbata, di hadapan keluarga korban.
Kapolres Magetan AKBP Raden Erik Bangun Prakasa menyebut, pihaknya telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan memeriksa berbagai saksi: dari Kepala KAI Daop 7 Madiun, masinis, hingga masyarakat sekitar. Hasilnya, Agus Supriyadi ditetapkan sebagai tersangka.
"Yang bersangkutan juga sudah mengakui bahwa yang bersangkutan telah menerima kabar terkait akan melintasnya dua kereta, yaitu KA Matarmaja dan KA Malioboro Ekspres. Namun pada pelaksanaannya, yang bersangkutan lupa atau lalai membuka palang pintu perlintasan tersebut sehingga terjadilah kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan empat orang meninggal dunia dan lima orang luka-luka," ujar Kapolres, Selasa, 27 Mei 2025.
Tersangka dijerat Pasal 359 dan 360 KUHP. Ancaman hukuman lima tahun penjara membayangi sisa hidup Agus. Namun lebih dari itu, hukuman sejati bagi Agus adalah pengulangan ingatan akan detik-detik naas yang menewaskan empat orang tak bersalah. Ia, yang tiap harinya menjaga pintu kehidupan dan kematian di rel kereta, kini terjerat oleh kelalaiannya sendiri.
Kecelakaan yang terjadi di KM 176+586 itu bukan hanya mencoreng prosedur, tapi juga merobek jantung kemanusiaan. Sebab pada akhirnya, di balik palang yang terbuka itu, ada tragedi yang tak akan bisa ditutup kembali.