Penerapan Kebijakan Mitigasi Risiko Lebih Realistis Ketimbang Zero Tolerance

Anggota DPR RI Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar, Puteri Komarudin, dalam acara Diskusi Publik "Membangun Indonesia Tangguh: Penerapan Paradigma Sadar Risiko dalam Pembangunan Berkelanjutan". Foto: Istimewa.

Penerapan Kebijakan Mitigasi Risiko Lebih Realistis Ketimbang Zero Tolerance

Ade Hapsari Lestarini • 11 February 2025 20:50

Jakarta: Anggota DPR RI Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar, Puteri Komarudin, menyoroti potensi penerapan kebijakan yang berfokus pada mitigasi risiko ketimbang mengeliminasi risiko secara total (zero tolerance).

Kebijakan tersebut dinilai lebih pragmatis dan realistis untuk diterapkan di Indonesia. Pasalnya, pemerintah sedang fokus memperbaiki sumber daya manusia sembari mencari titik temu dengan pemangku kepentingan untuk memitigasi risiko lingkungan, kesehatan, keuangan, dan sektor lainnya.

"Kebijakan zero tolerance banyak diterapkan di negara maju, sedangkan kita masih negara menengah yang sangat bergantung dengan sumber daya alam. Kalau dibandingkan dengan negara maju, ini tidak fair. Mereka sekarang sudah masuk ke isu lingkungan yang zero tolerance. Tidak apple to apple, tidak adil," jelas Puteri, dalam acara Diskusi Publik "Membangun Indonesia Tangguh: Penerapan Paradigma Sadar Risiko dalam Pembangunan Berkelanjutan" di Jakarta, dikutip Selasa, 11 Februari 2025.

 

Baca juga: Gaji Menggiurkan, Ini 10 Daftar Pekerjaan yang Banyak Dicari pada 2025

Bisa disesuaikan dengan APBN


Dalam praktiknya, Puteri menegaskan Parlemen setiap tahunnya membahas manajemen risiko dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bappenas.

Dengan demikian, kebijakan tersebut bisa disesuaikan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) guna mengatasi permasalahan di masyarakat, termasuk melalui efesiensi anggaran yang ada. Sebagai contoh, sektor tembakau kerap menghadapi tantangan baik secara industri, tenaga kerja, kesehatan, penerimaan negara, maupun regulasi.

Oleh karena itu, pembuatan kebijakan berbasis mitigasi risiko perlu mencari keseimbangan yang mempertimbangkan risiko tersebut.

 
Baca juga: Kemenperin Gaspol Siapkan SDM 2045
 

Penjelasan penerapan kebijakan berbasis pengurangan risiko


Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan (PMK), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Amich Alhumami, menjelaskan penerapan kebijakan berbasis pengurangan risiko dalam konteks pembangunan sebenarnya sudah tercantum secara ketat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Alih-alih menerapkan zero tolerance dengan menerapkan kebijakan pelarangan secara total, Amich menerangkan dalam kaitannya dengan penerapan prinsip-prinsip good governance atau kebijakan pembangunan inklusif, maka upaya harm reduction (pengurangan bahaya) demi memitigasi potensi risiko yang terjadi perlu didukung.

"Bagaimana kita harus beralih dari brown economy ke pembangunan yang betul-betul berwawasan lingkungan dan kebudayaan sehingga bisa mencegah kerusakan. Pemanfaatan kekayaan alam harus memanfaatkan lintas generasi, generasi yang akan datang, itu bagian dari pembangungan inklusif," jelas dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Ade Hapsari Lestarini)