Begini Strategi BI Biar Kredit ke Sektor Ekonomi Produktif Ngacir

Ilustrasi. Foto: Dok MI

Begini Strategi BI Biar Kredit ke Sektor Ekonomi Produktif Ngacir

Eko Nordiansyah • 24 October 2025 16:32

Bukittinggi: Bank Indonesia (BI) memastikan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) yang akan efektif 1 Desember 2025 tetap memprioritaskan kredit untuk sektor-sektor dengan kontribusi tinggi terhadap perekonomian nasional serta tidak memiliki rasio kredit bermasalah (NPL) yang tinggi.

Sektor yang dimaksud antara lain sektor pertanian, industri, dan hilirisasi; sektor jasa, termasuk ekonomi kreatif; sektor konstruksi, real estate, dan perumahan; serta sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), koperasi, inklusi dan berkelanjutan.

“Kami melihat sektor-sektor ini berkontribusi tinggi terhadap perekonomian, istilahnya multiplier effect-nya lebih besar. Jadi kalau tumbuhnya (kredit ke sektor tersebut) lebih tinggi, akan memberikan dampak rambatan atau dampak multiplier lebih tinggi,” kata Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Irman Robinson di Bukittinggi, dikutip dari Antara, Jumat, 24 Oktober 2025.

Di samping memiliki kontribusi tinggi terhadap perekonomian, Irman menyampaikan bahwa sektor-sektor tersebut juga sejalan dengan prioritas Pemerintah dalam Asta Cita untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Kebijakan KLM merupakan insentif yang ditetapkan bank sentral Indonesia melalui pengurangan giro bank di BI dalam rangka pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) yang wajib dipenuhi secara rata-rata.

Adapun insentif KLM kali ini diperkuat dengan berbasis kinerja dan berorientasi ke depan (forward looking), berbeda dengan KLM sebelumnya yang bersifat backward looking di mana insentif pengurangan GWM diberikan kepada perbankan setelah berhasil merealisasikan penyaluran kredit ke sektor tertentu.

Total besaran untuk insentif yang didasarkan pada komitmen penyaluran kredit (lending channel) ini yakni paling tinggi sebesar lima persen dari dana pihak ketiga (DPK).



(Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Irman Robinson. Foto: Dok istimewa)

Koordinasi dengan OJK

Pada insentif KLM berbasis lending channel ini, Irman menjelaskan bahwa bank sentral akan menilai komitmen pertumbuhan kredit yang disampaikan perbankan secara berkala serta sejauh mana realisasinya. Dalam proses asesmennya, bank sentral juga akan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meninjau tingkat kesehatan setiap bank.

“Perbankan juga harus tetap mengutamakan prudential lending mereka. Jadi tidak bisa karena ingin mendapat insentif, mereka terus tumbuh di sektor-sektor yang di waktu tersebut NPL-nya sudah cukup tinggi,” kata dia.

Selanjutnya, apabila bank tidak mampu mencapai target pertumbuhan kreditnya, maka besaran pemberian insentif KLM akan disesuaikan pada periode selanjutnya.

“Misalnya, bank menyampaikan komitmen pertumbuhan kredit tujuh persen, ternyata realisasinya hanya lima persen, maka insentif di triwulan berikutnya kita sesuaikan,” kata Irman.

Selain insentif berbasis lending channel, bank sentral juga akan memberikan insentif bagi bank yang menyesuaikan suku bunga kredit baru secara cepat, sejalan dengan arah pelonggaran moneter. Besaran insentif ini yakni paling tinggi 0,5 persen dari DPK.

Bank yang memiliki elastisitas suku bunga kredit baru kurang dari 0,3, tidak bisa mendapatkan insentif. Sebaliknya, bank dengan elastisitas suku bunga kredit baru di kisaran 0,3 hingga lebih dari 0,6, maka akan diberikan insentif.

“Karena transmisi suku bunga perbankan masih terbatas, tentunya kita ingin dorong supaya transmisi ini bisa lebih cepat. Sehingga kita akan apresiasi, kita akan memberikan insentif yang lebih besar kepada bank-bank yang lebih cepat menyesuaikan suku bunga kreditnya sejalan dengan arah kebijakan suku bunga kebijakan BI,” kata Irman.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Eko Nordiansyah)