Menhan AS Pete Hegseth. (Anadolu Agency)
Washington: Amerika Serikat kembali melakukan serangan mematikan terhadap sebuah kapal di perairan internasional Pasifik Timur, menewaskan dua orang. Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth mengklaim kapal tersebut terlibat penyelundupan narkotika, meski tidak disertai bukti publik. Total korban jiwa dalam operasi serupa sejak September 2025 kini mencapai sedikitnya 67 orang.
Mengutip dari Al-Jazeera, Rabu, 5 November 2025, Hegseth menyebut kapal yang diserang melintasi rute penyelundupan narkoba yang diketahui dan membawa narkotika. Ia menyatakan serangan dilakukan atas perintah Presiden Donald Trump di wilayah perairan internasional.
Pentagon merilis rekaman udara yang hanya memperlihatkan kapal dalam keadaan diam sebelum dihantam misil dan meledak, dengan wajah penumpang kapal disensor sehingga memicu pertanyaan publik terkait transparansi operasi.
Kritik dan kontroversi
Serangkaian serangan ini memicu kritik internasional dan tudingan pelanggaran HAM. PBB melalui Volker Turk mendesak AS menghentikan serangan tersebut untuk mencegah pembunuhan di luar proses hukum. Sejumlah ahli hukum internasional juga menilai operasi ini sebagai eksekusi tanpa pengadilan.
Protes datang dari pemerintah dan keluarga korban di Amerika Latin yang mengecam AS atas kematian warga sipil, termasuk nelayan. Presiden Venezuela Nicolas Maduro menuduh AS menggunakan agenda perang melawan narkoba sebagai dalih untuk menggulingkan pemerintahannya.
Di sisi lain, eskalasi militer terus meningkat. Kapal induk USS Gerald R Ford dikerahkan ke Karibia untuk mendukung operasi anti-narkoba. Trump juga berspekulasi bahwa hari-hari Maduro sebagai presiden sudah terhitung, meski menghindari memberikan konfirmasi mengenai potensi serangan darat.
Sejak September hingga November 2025, total 17 kapal telah diserang, terdiri dari 16 perahu dan satu kapal semi-selam. Hingga kini tidak ada bukti publik yang dirilis bahwa kapal-kapal target membawa narkotika atau menjadi ancaman bagi AS. Tekanan muncul dari anggota Kongres AS bipartisan yang menuntut klarifikasi dasar hukum operasi militer AS di perairan internasional tersebut. (
Muhammad Adyatma Damardjati)
Baca juga:
Serangan AS di Karibia Tewaskan Tiga Terduga Penyelundup Narkotika