Ratusan buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Kota Bandung. Metrotvnews.com/ Aditya Prakasa
Bandung: Ratusan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Jawa Barat (KSPI) KSBB Partai Buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Kota Bandung.
Ketua KSPI Jawa Barat, Dadan Sugiana, mengatakan ada enam tuntutan utama yang disampaikan oleh buruh. Pertama penghapusan sistem outsourcing dan penolakan upah murah. Kedua buruh meminta kenaikan UMK Jawa Barat kisaran 8,5 persen hingga 10,5 persen.
Tuntutan ketiga adalah agar pemerintah segera menerbitkan Undang-undang Ketenagakerjaan baru tanpa sisipan Omnibus Law, sesuai amanah Mahkamah Konstitusi. Keempat buruh meminta kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp7,5 juta, dari yang saat ini hanya sekitar Rp4,9 juta.
"Dengan kenaikan PTKP, buruh bisa punya saving untuk kebutuhan lain. Selama ini PTKP terlalu kecil dibandingkan kebutuhan hidup yang terus naik," kata Dadan di sela-sela aksi, Kamis, 28 Agustus 2025.
Tuntutan kelima KSPI menyoroti RUU Perampasan Aset yang hingga kini belum jelas kapan akan disahkan. Sementara tuntutan keenam, revisi terhadap Undang-Undang Pemilu sesuai putusan Mahkamah Konstitusi.
Dalam aksi tersebut, masalah pajak menjadi salah satu isu krusial pada saat ini. Para buruh menilai beban pajak, mulai dari PPh 21, pesangon, hingga Jaminan Hari Tua (JHT), terlalu memberatkan.
“Bayangkan, JHT yang ditabung buruh puluhan tahun masih dipotong pajak. Kalau lebih dari Rp50 juta kena 5 persen, kalau Rp100 juta tambah 5 persen lagi. Begitu juga pesangon, bisa sampai 15 persen. Ini sangat memberatkan pekerja,” ungkap Dadan.
Buruh Perempuan
Di samping itu, dia juga menyoroti adanya diskriminasi pajak terhadap buruh perempuan. Menurutnya, buruh perempuan yang menikah tetap dianggap single dalam perhitungan PTKP sehingga pajak yang ditanggung lebih besar dibanding laki-laki.
KSPI juga menyinggung soal kontroversi kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR. Meski agenda aksi telah direncanakan sebelum isu tersebut mencuat, Dadan menyebut hal itu menjadi bagian dari suara kekecewaan buruh.
Data Litbang Partai Buruh mencatat sedikitnya 79 ribu buruh telah terkena PHK dari kalangan yang berserikat. Angka tersebut belum dengan termasuk pekerja non-anggota serikat.
“Di tengah penderitaan rakyat dengan banyaknya PHK, DPR justru membicarakan kenaikan tunjangan. Partai Buruh menolak keras, ini sangat ironis," ujar Dadan.