Ilustrasi industri manufaktur. Foto: dok GRP.
Jakarta: Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana menegaskan aturan relaksasi impor yang ditetapkan pemerintah menjadi salah satu faktor turunnya Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia untuk Juli 2024, yaitu sebesar 49,3. Angka tersebut diketahui menurun dibandingkan Juni 2024 yang berada pada angka 50,7.
"Kalau barang-barang jadi (finish product) dari asal impor bisa masuk dengan mudah dan dalam jumlah yang luar biasa besar, maka hal ini berdampak mengakibatkan berkurangnya proses manufaktur dalam negeri. Rantai supply chain akan bereaksi dalam waktu yang cepat," kata Danang saat dihubungi pada Senin, 12 Agustus 2024.
Lebih lanjut, Danang membeberkan dampak dari hal tersebut membuat industri dalam negeri otomatis akan mengurangi kapasitas produksinya dibarengi dengan para retailer yang akan menurunkan harga jualnya.
"Supaya stok keluar, tetapi keuntungan pabrik akan berkurang. Permintaan bahan baku dan bahan penolong juga akan berkurang," imbuh dia.
Oleh sebab itu, Danang setidaknya meminta dua hal yang perlu segera dilakukan pemerintah. Pertama, segerakan kebijakan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) dengan berbagai jenisnya.
"Kedua, benar benarlah lakukan penegakan hukum, penindakan, terhadap pelaku impor ilegal. Simpel saja sebenarnya, tetapi political will pemerintah masih dipertanyakan. Apakah benar benar mau melindungi industri dalam negeri atau tidak," tutur dia.
Pemerintah perpanjang BMTP produk impor
Di sisi lain, pemerintah telah resmi memperpanjang pengenaan BMTP terhadap impor produk kain, karpet, dan tekstil penutup lainnya selama tiga tahun ke depan. Langkah itu diharapkan dapat mendukung dan menjaga daya saing industri dalam negeri yang pada akhirnya dapat mendorong laju perekonomian nasional.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2024 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan terhadap Impor Produk Kain dan PMK Nomor 49 Tahun 2024 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan terhadap Impor Produk Karpet dan Tekstil Penutup Lainnya.
"Penerbitan kebijakan trade remedies untuk industri tekstil dilakukan dengan memperhatikan keselarasan rantai industri agar sesuai dengan arah pengembangan industri nasional serta dapat menjaga daya saing industri tekstil di dalam negeri," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu.
Lebih lanjut, Febrio menyampaikan, perpanjangan aturan dari dua beleid yang baru dilakukan telah melibatkan seluruh pemangku kepentingan yaitu Kementerian/Lembaga terkait diantaranya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Asosiasi dan Pelaku Usaha, serta Perwakilan Negara Mitra Dagang sesuai dengan ketentuan domestik yang sejalan dengan pengaturan trade remedies pada World Trade Organization (WTO).
"Melalui sinergi kebijakan pemerintah tersebut dan peran aktif dari para pemangku kepentingan, industri tekstil nasional diharapkan mampu menjadi industri yang tangguh dan berdaya saing, meningkatkan
lapangan kerja, serta pada akhirnya memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional," tutup Febrio.