Ilustrasi. Foto: Freepik.
Ade Hapsari Lestarini • 6 November 2024 20:56
Jakarta: Pemerintahan baru harus memperhatikan kesesuaian postur anggaran yang ada sebagai upaya menyukseskan sejumlah program andalan.
"Prioritas program dan postur anggaran itu harus sesuai, sehingga diperlukan juga politik anggaran yang tepat," ujar Wakil Sekretaris Dewan Pakar Partai NasDem, Sonny Y. Soeharso, saat diskusi daring bertema Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2025 yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu, 6 November 2024.
Menurut dia, bila penanganan sektor ekonomi nasional hanya biasa saja, maka pertumbuhan ekonomi hanya sekitar lima persen.
"Perlu kebijakan, strategi dan program kerja yang tepat agar kita mampu merealisasikan pertumbuhan ekonomi 7-8 persen," tambah dia.
Sonny menyarankan pemerintah mendorong peningkatan keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan pasar global, sebagai bagian upaya untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.
Indonesia masih lemah tarik investor asing
Deputy Editor In Chief CNBC Indonesia, Muchamad Ghufron mengakui Indonesia sangat lemah dalam menarik investor asing di sektor teknologi dan turunannya.
Para calon investor itu, menurut Ghufron, banyak mengeluhkan kesulitan mendapatkan kemudahan investasi dan pembebasan lahan. Karena sulit, tambah dia, para investor itu pun memilih Johor, Malaysia, untuk membangun pabrik.
Ilustrasi. Foto: Freepik.
Ghufron menyarankan agar pemerintah berupaya merevisi sejumlah peraturan yang menghambat investasi.
Di sisi lain, jelas dia, terkait impor kebijakan yang diambil pemerintah terkesan sangat terbuka seperti di sektor industri tekstil dam fashion, serta produk turunannya. "Untuk impor harus menciptakan kebijakan yang melindungi produk lokal," ujar dia.
Naikkan investasi langsung 3-4 kali lipat
Wartawan senior Saur Hutabarat sependapat untuk merealisasikan pertumbuhan ekonomi di atas lima persen, pemerintah harus mampu meningkatkan 3-4 kali lipat investasi langsung ke dalam negeri.
Adapun untuk merealisasikan hal itu, ujar Saur, pemerintah harus belajar dari Singapura yang sangat disukai para investor. Di Singapura, investor dan pengusaha lokal mendapatkan perlakuan yang sama.
Di Indonesia, jelas Saur, untuk memasuki kawasan wisata Candi Borobudur saja kita memberlakukan harga tiket yang berbeda antara wisatawan asing dan domestik.
"Jadi kita hidup di lingkungan global, tetapi kita tidak bisa berlaku global. Untuk masuk kawasan Candi Borobudur saja ada diskriminasi harga tiket antara wisatawan asing dan domestik," ujarnya.
Menurut Saur, modal atau kapital itu tidak mengenal warga negara. Jadi, tegasnya, bila kita memberi perlakuan yang berbeda terhadap investor asing, pasti mereka lari ke negara lain.