Hamas akan sambut pasukan internasional agar Israel tidak lagi menduduki Palestina. (AP)
Marcheilla Ariesta • 31 December 2023 21:53
Beirut: Seorang pemimpin senior Hamas, Osama Hamdan mengatakan, kelompok itu akan menyambut baik pengerahan pasukan internasional pascaperang ke Jalur Gaza, sebagai langkah pembebasan Palestina. Namun, mereka menolak pasukan internasional sebagai alternatif dari 'pendudukan Zionis'.
“Jika pasukan internasional ingin membebaskan Palestina dan mengakhiri pendudukan, mereka dipersilakan,” kata Hamdan, dilansir dari Anadolu, Minggu, 31 Desember 2023.
"Tapi Palestina tidak ingin menggantikan pendudukan Zionis dengan pendudukan lain," lanjutnya.
Usulan Amerika Serikat (AS) agar pasukan internasional datang ke Gaza setelah perang Israel, telah menjadi bahan diskusi dalam beberapa pekan terakhir.
Pada 17 November, otoritas penyiaran resmi Israel melaporkan bahwa utusan Gedung Putih untuk Timur Tengah Brett McGurk bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant. Mereka antara lain membahas pengerahan pasukan internasional di Gaza setelah perang berakhir.
“Kepemimpinan Palestina tidak eksklusif untuk siapapun dan tidak boleh eksklusif untuk siapapun,” kata Hamdan.
Menurutnya, Hamas tidak akan pernah memonopoli kepemimpinan Palestina. Sebaliknya, kata dia, sejak didirikan pada 1988, Hamas telah mengajukan banyak inisiatif.
"Yang pertama pada tahun 1988, memastikan bahwa kepemimpinan Palestina dipilih melalui pemilihan umum yang bebas dan langsung di wilayah pendudukan Palestina dan di luar negeri," tuturnya.
“Hal ini tetap menjadi posisi kami, dan dicapai melalui kesepakatan di antara semua faksi Palestina pada 2017, yang mencakup penyelenggaraan pemilihan Dewan Nasional, Dewan Legislatif, dan Kepresidenan. Posisi ini ditegaskan kembali dalam kesepakatan lain pada 2021, pada tanggal-tanggal tersebut ditetapkan untuk pemilihan ini," sambung dia.
Hamdan menekankan bahwa “pemilu terhenti karena sikap keras kepala Israel,” mengacu pada penolakan Israel untuk mengadakan pemilihan legislatif dan presiden di kota Yerusalem yang diduduki.
Pada Oktober 2017, Fatah dan Hamas menandatangani perjanjian rekonsiliasi di Kairo, yang menetapkan bahwa Pemerintah Persatuan Nasional akan mengawasi pemilihan legislatif dan presiden.
Perjanjian tersebut juga menguraikan pelaksanaan pemilihan Dewan Nasional Palestina di luar negeri. Namun, hal itu tidak dapat dilaksanakan karena adanya perbedaan pendapat antara kedua faksi.