Ilustrasi Minyakita. Foto: Dokumen Kemendag
Jakarta: Kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada MinyaKita dinilai sebagai kegagalan pemerintah membangun tata produksi industri minyak
kelapa sawit.
Pengamat Pertanian Syaiful Bahari mengatakan demikian karena Indonesia adalah negara penghasil CPO terbesar di dunia.
"Artinya, semua bahan baku minyak goreng itu ada di dalam negeri, bahkan melimpah dan sampai ekspor. Jadi kalau terjadi kenaikan HET minyak goreng berarti ada yang salah," ucap Syaiful dilansir Media Indonesia, Rabu, 10 Juli 2024.
Sama halnya dengan beras, Syaiful menilai bahan baku tersedia dan dapat diproduksi di dalam negeri, akan tetapi HET beras saat ini terus menerus menunjukkan kenaikan.
"Ini berarti pemerintah telah gagal dalam membangun basis produksi pangan nasional," ucap dia.
Jika kedua komoditi seperti minyak goreng dan beras yang sumber bahan bakunya bisa diproduksi di dalam negeri bahkan bisa ekspor, Syaiful menyatakan bahwa pemerintah tidak mampu lagi mempertahankan stabilitas harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat luas.
"Apalagi komoditi lain yang sulit diproduksi di dalam negeri atau produktivitasnya kurang, maka harga pangan tersebut akan turut terkerek naik," ucap dia.
Pemerintah segera memperbaiki tata kelola produksi
Maka dari itu, jalan keluar yang pertama menurutnya adalah untuk komoditi pangan yang unggul diproduksi di dalam negeri, seperti minyak goreng, beras, jagung dan kacang-kacangan, maka pemerintah segera memperbaiki tata kelola produksi dari hulu sampai hilir.
"Agar HPP komoditi tersebut lebih rendah dan efisien dibanding negara-negara lain. Sehingga harga jual ke masyarakat pun bisa lebih murah dan stabil," ungkap dia.
Kedua, Syaiful memaparkan bagi komoditi yang tidak mungkin diproduksi secara efisien di dalam negeri, maka jalan yang diambil hanyalah dari harus melalui impor.
"Tetapi pemerintah harus memangkas seluruh peraturan perizinan impor yang memberatkan para importir dan pedagang. Karena kalau praktek rente ekonomi dalam impor pangan masih merajalela, sudah pasti harga di konsumen ikut tinggi, yang jadi korban adalah masyarakat lagi," tutur dia (Naufal Zuhdi)