Batasan Gratis Ongkir Bikin Harga Barang Jadi Sulit Terjangkau Masyarakat

Ilustrasi. Foto: Freepik.

Batasan Gratis Ongkir Bikin Harga Barang Jadi Sulit Terjangkau Masyarakat

Husen Miftahudin • 18 May 2025 16:01

Jakarta: Kepala Center Digital Economy and SMEs Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Izzudin Al Farras berpandangan pembatasan layanan gratis ongkos kirim (ongkir) oleh pemerintah dapat menimbulkan distorsi pasar. 

Pemerintah dinilai akan kesulitan menetapkan standar biaya pokok yang seragam bagi seluruh perusahaan logistik, mengingat variasi harga dan layanan di industri ini cukup tinggi. 

"Akibat distorsi ini konsumen bisa terbebani dengan kenaikan harga yang tidak proporsional," ungkap Izzudin kepada Media Indonesia, Minggu, 18 Mei 2025.

Pemerintah melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital (Permen Komdigi) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial, membatasi program gratis ongkos kirim (ongkir) di platform e-commerce. Dalam beleid tersebut, program gratis ongkir hanya diberikan maksimal tiga hari dalam sebulan jika tarif pengiriman berada di bawah biaya pokok.

Pembatasan program gratis ongkir diperkirakan akan mengurangi akses masyarakat terhadap barang-barang yang dijual di platform e-commerce, terutama bagi konsumen di wilayah luar perkotaan dan luar Pulau Jawa. Hal ini berpotensi menurunkan daya beli masyarakat dan menyulitkan mereka untuk berbelanja secara daring.

"Kebijakan ini akan mengurangi daya beli, serta memberatkan kantong konsumen untuk berbelanja di e-commerce," tegas Izzudin.
 

Baca juga: Gratis Ongkir Lemahkan Daya Beli Masyarakat


(Ilustrasi gratis ongkos kirim (ongkir). Foto: dok Consina)
 

Kurangi fleksibilitas penetapan harga


Dampak lain dari pembatasan program gratis ongkir adalah potensi terhambatnya efisiensi dan inovasi dalam model bisnis e-commerce. Kebijakan ini juga bisa mengurangi fleksibilitas dalam penetapan harga, yang seharusnya mengikuti mekanisme permintaan dan penawaran di pasar.

Lebih jauh, Izzudin menekankan selama ini program diskon dan gratis ongkir umumnya ditanggung oleh perusahaan e-commerce sendiri, bukan oleh penyedia jasa logistik. Karena itu, intervensi pemerintah dalam bentuk pembatasan justru dinilai tidak tepat sasaran.

"Hal ini juga bisa mengganggu strategi pemasaran serta menghambat pertumbuhan sektor digital di Indonesia," jelas Izzudin.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)