Ilustrasi. Foto: Dok MI
Eko Nordiansyah • 15 November 2025 19:05
Jakarta: Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan merupakan sistem jaminan sosial vital bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dalam pelaksanaannya, kepesertaan BPJS Kesehatan terbagi menjadi dua kategori utama, yaitu Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Non Penerima Bantuan Iuran (Non PBI).
Kedua kategori ini memiliki perbedaan mendasar dalam hal iuran, hak fasilitas, dan syarat pendaftaran. Pemahaman yang jelas mengenai perbedaan ini penting agar masyarakat dapat mengetahui hak dan kewajiban mereka dalam mengakses layanan kesehatan.
BPJS PBI adalah program yang dikhususkan bagi segmen masyarakat yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu. Sementara itu, kategori Non PBI mencakup peserta yang membayar iuran secara mandiri atau melalui pemberi kerja.
Meskipun sama-sama merupakan peserta program JKN, terdapat empat perbedaan signifikan antara peserta PBI dan Non PBI. Perbedaan tersebut mencakup sumber pendanaan iuran, hak kelas rawat inap, pemilihan fasilitas kesehatan, dan syarat kelayakan peserta.
Berikut adalah penjelasan rinci mengenai perbedaan-perbedaan tersebut:
Perbedaan paling mendasar terletak pada kewajiban membayar iuran. Peserta BPJS PBI tidak dikenakan biaya iuran bulanan sama sekali. Seluruh iuran mereka ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau APBD. Sebaliknya, peserta Non PBI wajib membayar iuran bulanan sesuai dengan kelas rawat inap yang mereka pilih (Kelas 1, 2, atau 3).
Peserta BPJS Non PBI diberikan fleksibilitas untuk memilih kelas rawat inap, yakni Kelas 1, Kelas 2, atau Kelas 3, yang disesuaikan dengan kemampuan membayar iuran. Sementara itu, peserta BPJS PBI secara otomatis mendapatkan hak fasilitas rawat inap di Kelas 3.

(Ilustrasi. Foto: Dok MI)
Peserta Non PBI umumnya dapat memilih sendiri Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Faskes 1), seperti puskesmas, klinik, atau dokter praktik perorangan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Bagi peserta PBI, Faskes 1 biasanya sudah ditetapkan oleh sistem sesuai domisili, yang umumnya adalah puskesmas di wilayah kelurahan atau desa tempat tinggal peserta.
Siapa pun dapat mendaftar sebagai peserta BPJS Non PBI selama bersedia membayar iuran. Namun, kepesertaan BPJS PBI memiliki syarat khusus. Peserta PBI harus terdaftar sebagai fakir miskin atau orang tidak mampu, dan yang terpenting, nama mereka harus tercantum dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dikelola oleh Kementerian Sosial.
Proses pendaftaran BPJS PBI tidak dilakukan langsung di kantor BPJS Kesehatan, melainkan melalui jalur pendataan sosial. Syarat utamanya adalah Warga Negara Indonesia (WNI), memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang valid, dan terdaftar dalam DTKS.
Prosedur pendaftaran dimulai dari tingkat bawah. Calon peserta dapat mendaftarkan diri ke perangkat desa atau kelurahan setempat dengan membawa KTP dan Kartu Keluarga (KK).
Usulan tersebut kemudian akan melalui musyawarah di tingkat desa/kelurahan sebelum diteruskan secara berjenjang. Usulan data akan diserahkan ke Dinas Sosial kabupaten/kota, lalu ke bupati/wali kota, gubernur, hingga akhirnya divalidasi oleh Menteri Sosial untuk ditetapkan sebagai anggota DTKS dan peserta PBI.
Jika kepesertaan PBI nonaktif, misalnya karena tidak lagi terdata di DTKS, peserta dapat melapor ke Dinas Sosial setempat. Selain itu, pengaktifan kembali juga dapat diupayakan dengan menghubungi Care Centre BPJS Kesehatan di nomor 1500 400 atau melapor ke kantor cabang BPJS Kesehatan terdekat. (Daffa Yazid Fadhlan)