Sidang perkara rasuah di Taspen/Istimewa
M Sholahadhin Azhar • 22 July 2025 01:47
Jakarta: Sidang terkait perkara korupsi di Taspen berlanjut. Kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) meghadirkan 6 saksi dari persidangan pekan lalu serta 3 saksi tambahan.
Seluruh saksi adalah pegawai dan mantan pegawai Taspen. Saksi membeberkan pada 2019, terdapat risiko gagal bayar yang dapat menyebabkan kerugian investasi Taspen. Investasi itu bersumber dari Dana Program Tabungan Hari Tua (THT) pada sukuk ijarah PT Tiga Pilar Sejahtera Food (TPSF).
Instrumen investasi tersebut sempat mengalami tekanan pasar akibat masalah PKPU yang dialami oleh TPSF. Sehingga, memicu kekhawatiran pada internal Taspen sebagai pemegang Sukuk Ijarah II yang diterbitkan TPSF tahun 2016 silam.
Kepanikan tersebut diperparah karena investasi itu dinilai bertentangan dengan ketentuan peringkat aset investasi dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) serta tidak likuid saat dilakukan upaya penjualan kepada pihak lain.
Salah satu saksi, Patar Sitanggang (PS), menerangkan bahwa telah dilakukan upaya untuk menjual sukuk tersebut. Namun, tidak membuahkan hasil sehingga dilakukan pemilihan opsi untuk restrukturisasi/optimalisasi.
Kuasa hukum mantan Direktur Utama PT IIM Ekiawan, Bryan Roberto Mahulae menyebut pemaparan PS sebagai fakta persidangan yang tak bisa diabaikan hakim. Sehingga, delik merugikan keuangan negara atau perekonomian negara tidak terpenuhi atas ketiadaan kerugian negara dalam perkara ini.
"Unsur kerugian negara atau perekonomian tidak terpenuhi sebagaimana pernyataan saksi Patar Sitanggang yang pada saat menjabat sebagai Direktur Keuangan tidak pernah mencatatkan kerugian senilai Rp1 triliun yang dibukukan dalam Laporan Keuangan Taspen serta pernyataan saksi Ermanza, Direktur Operasional Taspen yang menyatakan pada Januari 2019-2020 tidak pernah ada kegagalan pembayaran klaim para peserta program THT, JKK, dan JKM yang dikelola Taspen," ujar Bryan, Senin, 21 Juli 2025.
Baca: KPK Dalami Poin Kesepakatan Investasi Fiktif Rp1 Triliun di Taspen-IIM |