Israel Pertimbangkan Gencatan Senjata Sementara di Gaza

Gaza hancur akibat diserang Israel. Foto: Anadolu

Israel Pertimbangkan Gencatan Senjata Sementara di Gaza

Fajar Nugraha • 23 May 2025 06:05

Tel Aviv: Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan kesiapan untuk mempertimbangkan gencatan senjata sementara di Jalur Gaza, di tengah meningkatnya tekanan internasional terhadap ofensif terbaru Israel dan blokade bantuan kemanusiaan di wilayah tersebut.

“Jika ada opsi untuk gencatan senjata sementara demi membebaskan sandera, kami akan siap,” ujar Netanyahu. Ia menambahkan bahwa setidaknya 20 sandera yang ditahan oleh Hamas dan sekutunya diyakini masih hidup.

Meski demikian, Netanyahu menegaskan bahwa tujuan militer Israel tetap untuk menguasai seluruh wilayah Gaza dalam operasi yang sedang berlangsung.

“Kita harus menghindari krisis kemanusiaan demi menjaga kebebasan tindakan operasional kita,” kata Netanyahu.

Pernyataan tersebut muncul beberapa jam setelah pasukan Israel melepaskan tembakan peringatan ke arah delegasi diplomat asing yang sedang mengunjungi wilayah pendudukan Tepi Barat. Insiden ini memicu kecaman luas dan ketegangan diplomatik baru.

Kecaman internasional

Melansir dari Malay Mail, Kamis 22 Mei 2025, Kementerian Luar Negeri Palestina menuduh pasukan Israel “sengaja menargetkan dengan tembakan langsung delegasi diplomatik yang terakreditasi” di dekat kota Jenin yang kerap menjadi titik konflik.

Seorang diplomat Eropa mengungkapkan bahwa rombongan tersebut berada di lokasi untuk menyaksikan dampak dari serangkaian penggerebekan militer Israel dalam beberapa bulan terakhir.

Militer Israel menyatakan bahwa delegasi itu “menyimpang dari rute yang telah disetujui” dan masuk ke zona terbatas. Pasukan kemudian melepaskan tembakan untuk mengarahkan mereka keluar dari area tersebut. Tidak ada korban luka dilaporkan, dan militer menyampaikan penyesalan atas “ketidaknyamanan yang ditimbulkan”.

Kecaman terhadap insiden ini datang dari Belgia, Kanada, Mesir, Prancis, Jerman, Italia, Portugal, Belanda, Spanyol, Turki, Uruguay, serta Uni Eropa.

Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, mendesak Israel untuk menyelidiki penembakan tersebut dan meminta agar “pihak yang bertanggung jawab diberi pertanggungjawaban”.

Krisis kemanusiaan yang memburuk

Sementara itu, kondisi kemanusiaan di Gaza terus memburuk. Penduduk Palestina berjuang untuk mendapatkan kebutuhan dasar setelah berpekan-pekan terisolasi hampir total. Tim penyelamat Palestina melaporkan bahwa serangan udara Israel semalam menewaskan sedikitnya 19 orang, termasuk seorang bayi yang baru berusia satu minggu.

Blokade total selama dua bulan baru mulai dilonggarkan pekan ini. Untuk pertama kalinya sejak 2 Maret, bantuan diperbolehkan masuk ke wilayah tersebut, namun pasokan makanan dan obat-obatan masih sangat terbatas.

Israel menyatakan bahwa 100 truk bantuan telah memasuki Gaza melalui perlintasan Kerem Shalom pada Rabu, menyusul 93 truk pada hari sebelumnya. Namun, menurut juru bicara Sekretaris Jenderal PBB, Stephane Dujarric, hingga pukul 16.00 GMT Rabu, “tidak ada pasokan yang berhasil keluar dari area pemuatan di Kerem Shalom” karena alasan keamanan.

Kelompok-kelompok kemanusiaan menyebut jumlah bantuan tersebut jauh dari cukup untuk meredakan krisis.

Sebuah organisasi swasta yang didukung Amerika Serikat, Gaza Humanitarian Foundation (GHF), mengumumkan bahwa mereka akan mulai menyalurkan bantuan dalam beberapa hari ke depan.

Meski begitu, PBB dan lembaga-lembaga kemanusiaan konvensional menolak bekerja sama dengan GHF, yang dituduh sebagian pihak memiliki afiliasi dengan Israel. GHF mengklaim akan mendistribusikan sekitar 300 juta porsi makanan dalam 90 hari pertama operasi mereka.

Umm Talal al-Masri, warga Gaza yang mengungsi, menggambarkan kondisi yang ia alami sebagai “tak tertahankan”.

“Tidak ada yang membagikan apa pun kepada kami. Semua orang menunggu bantuan, tapi kami belum menerima apa-apa,” ujarnya.

“Kami menggiling lentil dan pasta untuk membuat roti, dan hanya bisa menyiapkan satu kali makan dalam sehari.”

Tekanan global terhadap Israel

Militer Israel meningkatkan serangan akhir pekan lalu dengan tujuan menumpas Hamas, kelompok penguasa Gaza yang serangannya pada 7 Oktober 2023 memicu perang.

Tekanan internasional terhadap Israel semakin besar, bahkan dari sekutu-sekutu tradisionalnya, agar menghentikan ofensif dan membuka jalur bantuan.

Para menteri luar negeri Uni Eropa sepakat untuk meninjau kembali perjanjian kerja sama dengan Israel, termasuk aspek perdagangan. Kementerian Luar Negeri Israel menilai langkah tersebut “mencerminkan ketidakpahaman total terhadap realitas kompleks yang dihadapi Israel”.

Swedia menyatakan akan mendorong 27 negara anggota Uni Eropa untuk menjatuhkan sanksi terhadap para menteri Israel. Sementara itu, Inggris menghentikan negosiasi perdagangan bebas dengan Israel dan memanggil duta besarnya.

Paus Leo XIV menyebut situasi di Gaza “mengkhawatirkan dan menyakitkan” serta menyerukan agar “bantuan kemanusiaan yang memadai bisa masuk”.

Jerman mempertahankan perjanjian kerja sama utama Uni Eropa-Israel, menyebutnya sebagai “forum penting yang harus kita gunakan untuk membahas pertanyaan-pertanyaan kritis” terkait situasi di Gaza.

Israel melanjutkan operasinya di seluruh Gaza pada 18 Maret, mengakhiri gencatan senjata dua bulan. Serangan Hamas pada Oktober 2023 menewaskan 1.218 orang di Israel, sebagian besar warga sipil, berdasarkan data AFP yang mengacu pada sumber resmi.

Militan juga menculik 251 orang; 57 masih ditahan di Gaza, dengan 34 di antaranya dipastikan tewas menurut militer Israel.

Kementerian Kesehatan Gaza menyatakan bahwa sejak Israel melanjutkan serangan pada 18 Maret, setidaknya 3.509 orang telah tewas, menjadikan total korban jiwa dalam perang mencapai 53.655 orang.

Di Lebanon, otoritas setempat melaporkan bahwa tiga orang tewas akibat serangan Israel yang menargetkan kelompok Hizbullah di wilayah selatan, sekutu Hamas yang didukung Iran. Serangan ini terjadi meski ada kesepakatan gencatan senjata sebelumnya.

(Muhammad Reyhansyah)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Fajar Nugraha)