Minyak jelantah. Foto: MI.
Achmad Zulfikar Fazli • 26 June 2025 21:24
Jakarta: Anggota Komisi IX DPR, Nurhadi, menyambut baik pemanfaatan minyak jelantah dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai bahan bioavtur. Namun, pemerintah diingatkan agar hasil penjualan minyak jelantah dilakukan secara transparan.
“Langkah ini bagus, mendukung gerakan keberlanjutan dan ekonomi hijau. Dengan dijual untuk menjadi bioavtur, tentu ada kebermanfaatan baru. Kita dukung dan kita harus fair, kalau memang programnya baik, kita apresiasi. Tapi kalau ada catatan, tentu harus dievaluasi," kata Nurhadi, Jakarta, Kamis, 26 Juni 2025.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengatakan setiap bulan, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) rata-rata menggunakan 800 liter minyak goreng untuk memasak MBG. Dari 800 liter tersebut, sebanyak 550 liter atau 71 persen menjadi jelantah.
Menurut dia, minyak jelantah dapat ditampung untuk dijual atau diekspor ke pihak-pihak yang membutuhkan bioavtur. Minyak jelantah hasil program MBG dapat dijual kembali untuk bioavtur dengan harga Rp7.000 per liter.
Nurhadi mendukung gagasan BGN tersebut. Namun, dia mengingatkan agar pemerintah menjamin kejelasan alur dan tujuan dari hasil penjualan minyak jelantah tersebut.
“Harus jelas, hasil penjualannya ke mana? Apakah dimasukkan sebagai tambahan pemasukan untuk SPPG? Kalau iya, uang itu digunakan untuk apa? Jangan sampai menimbulkan celah penyalahgunaan,” ujar Nurhadi.
Nurhadi mewanti-wanti agar minyak jelantah bekas MBG tidak digunakan kembali untuk konsumsi masyarakat. Sebab, hal itu sama saja dengan memperlakukan masyarakat rentan sebagai sasaran limbah pangan.
“Bantuan pangan bukan tempat uji coba limbah. Masyarakat kurang mampu juga berhak atas pangan yang aman dan bermartabat. Minyak jelantah tak layak dijadikan bantuan, meski murah,” tegas dia.
Baca Juga:
MBG Dorong Penguatan Gizi di Bawean |