Kebakaran hutan melanda area dekat Palisades, Los Angeles, California, AS, di pekan-pekan awal 2025. (Anadolu Agency)
Los Angeles: Kebakaran hutan di California Selatan baru-baru ini, yang menghanguskan sejumlah wilayah di Los Angeles, dapat menjadi kebakaran paling merugikan dalam sejarah Amerika Serikat (AS).
Mengutip dari CNBC.com, Sabtu, 11 Januari 2025, kerugian ekonomi akibat kebakaran di California Selatan diperkirakan telah meningkat hingga hampir USD50 miliar, dengan beberapa perkiraan mencapai USD57 miliar, menurut JPMorgan dan AccuWeather.
Lima kebakaran hutan besar, yang dipicu oleh kondisi kering dan angin kencang, telah merusak 29.000 hektar lahan sejak Selasa, menyebabkan hampir 180.000 orang berada di bawah perintah evakuasi.
Kebakaran terbesar, Kebakaran Palisades, telah menghanguskan lebih dari 17.000 hektare dan menghancurkan lebih dari 1.000 bangunan, terutama di wilayah seperti Pacific Palisades, di mana harga rumah rata-rata melebihi USD3 juta. Meski ada berbagai upaya, kebakaran tetap tidak terkendali, dengan kerugian yang diperkirakan akan terus meningkat.
Prioritas Pemerintah AS
Sementara kebakaran ini mendatangkan malapetaka di dalam negeri, pemerintah AS masih memprioritaskan bantuan keuangan dan militer yang signifikan kepada Israel. Sejak 7 Oktober 2023, AS telah mengalokasikan USD17,9 miliar dalam bentuk bantuan militer untuk Israel, sebagaimana dirinci dalam laporan oleh Watson Institute for International and Public Affairs di Brown University.
Bantuan ini mencakup USD6,8 miliar dalam bentuk Pembiayaan Militer Asing, USD5,7 miliar untuk sistem pertahanan rudal seperti Iron Beam, USD1 miliar untuk persenjataan berat, dan USD4,4 miliar untuk mengisi kembali persediaan senjata AS yang ditransfer ke Israel. Khususnya, Israel diizinkan untuk mengalokasikan 25 persen dari bantuan ini untuk industri persenjataan dalam negerinya, sebuah hak istimewa yang tidak diberikan kepada sekutu AS lainnya.
Memprioritaskan bantuan ke luar negeri atas masalah dalam negeri yang mendesak ini menyoroti kesenjangan yang meresahkan. Tanggapan pemerintah AS terhadap kebakaran hutan tampak tidak memadai, dengan upaya evakuasi dan sumber daya pemadam kebakaran yang berjuang untuk memenuhi skala bencana.
Di saat yang sama, AS terus memperkuat kehadiran militernya di Timur Tengah, menambah jumlah pasukan dari 34.000 menjadi 50.000 dan mengalokasikan USD4,86 miliar untuk operasi di kawasan tersebut. Fokus pada konflik internasional ini, khususnya perang yang sedang berlangsung di Gaza, sangat kontras dengan kebutuhan mendesak warga Amerika yang menghadapi krisis di dalam negeri.
Kebakaran di California Selatan menggarisbawahi pola pengabaian dalam negeri yang lebih luas. Meski menjadi negara terkaya di dunia, AS sering kali menunjukkan ketidakefisienan dalam mengatasi tantangan internalnya, seperti mitigasi dan penanganan bencana alam.
Sementara itu, dukungannya yang tak tergoyahkan bagi Israel, bahkan ketika konflik di Gaza mengakibatkan hilangnya nyawa dan krisis kemanusiaan yang dahsyat, menimbulkan pertanyaan tentang prioritas. Sejak perang dimulai, lebih dari 43.000 warga Palestina telah terbunuh, dengan sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak, dan sebagian besar wilayah Gaza masih hancur karena blokade yang parah.
Di saat perkiraan dampak ekonomi dari kebakaran hutan melonjak hingga USD57 miliar, perlu diteliti apakah sumber daya AS dialokasikan secara efektif. Kontras antara miliaran dolar yang dihabiskan untuk bantuan ke luar negeri dan dukungan yang kurang optimal untuk warga AS yang terdampak bencana alam menyoroti ketidakselarasan dalam tata kelola.
Sementara bantuan militer ke Israel dibenarkan oleh aliansi strategis dan manfaat ekonomi bagi produsen senjata AS, hal itu sangat kontras dengan situasi mengerikan yang dihadapi mereka yang sedang berjuang melawan kebakaran di California Selatan.
Baca juga:
Kebakaran Hutan di California Selatan: KJRI Los Angeles Minta WNI Tetap Waspada