Industri Padat Karya Paling Terguncang Kebijakan Trump

Ilustrasi industri padat karya. Foto: dok MI/Galih.

Industri Padat Karya Paling Terguncang Kebijakan Trump

Insi Nantika Jelita • 4 April 2025 20:43

Jakarta: Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengenakan bea masuk 32 persen untuk produk asal Indonesia akan menekan sektor usaha padat karya. Khususnya, usaha memproduksi pakaian dan aksesoris, baik rajutan maupun bukan rajutan, serta kelompok mebel, furnitur, dan perabotan.

Pada Rabu, 2 April 2025 waktu AS, Trump mengumumkan kebijakan yang disebut Hari Pembebasan, yakni pengenaan tarif dasar 10 persen untuk impor dari semua negara, yang berlaku mulai 5 April 2025. Namun, negara-negara yang dianggap sebagai pelanggar terburuk, karena hambatan perdagangan menghadapi tarif timbal balik yang lebih tinggi mulai Rabu, 9 April 2025.

"Kebijakan tarif AS ini menimbulkan risiko yang cukup signifikan bagi Indonesia, karena memukul industri padat karya," ujar Direktur Eksekutif Next Indonesia Center, Christiantoko dalam keterangannya, Jumat, 4 April 2025.

Berdasarkan hasil riset Next Indonesia, tiga komoditas dari sektor usaha padat karya yang diprediksi terdampak besar atas kebijakan Trump ialah pakaian dan aksesorinya rajutan (HS 61), pakaian dan aksesorinya bukan rajutan (HS 62), serta mebel, furnitur, dan perabotan (HS94). Secara keseluruhan, nilai ekspor tiga komoditas tersebut ke AS pada 2024 mencapai USD6,0 miliar. Sementara, selama periode 2020-2024 angka ekspornya mencapai USD30,4 miliar.
 

Baca juga: Daftar Barang-Barang yang Tidak Dikenakan Tarif Impor AS



Ilustrasi industri tekstil. Foto: dok Kemenperin

Alasan sektor ini paling terpukul


Christiantoko menjelaskan alasan sektor-sektor tersebut paling terpukul karena pasar AS menyerap lebih dari separuh dari total ekspor tiga komoditas asal Indonesia tersebut yang dikirim ke seluruh dunia. Untuk pakaian dan aksesorinya rajutan misalnya, yang diserap pasar AS mencapai 60,5 persen atau senilai USD12,2 miliar selama periode 2020-2024.

Kemudian, untuk daya serap komoditas pakaian dan aksesorinya yang bukan rajutan asal Indonesia ke AS sepanjang periode tersebut, nilainya menembus USD10,7 miliar atau 50,5 persen dari total ekspor Indonesia ke dunia. Begitu pun dengan komoditas mebel, furnitur, dan perabotan, Amerika menyerap 58,2 persen atau sekitar USD7,5 miliar.

"Jadi, kalau pengiriman ke Amerika Serikat terhambat gara-gara tarif, ekspor komoditas-komoditas tersebut bisa terganggu atau bahkan mungkin tumbang," tegas dia.

Jika ekspor tekstil Indonesia terhambat, akan berdampak pada keberlangsungan tenaga kerja di sektor tersebut yang jumlahnya lebih dari tiga juta orang.

Ini masalah serius yang harus dipikirkan oleh pemerintah, apalagi saat ini sedang ramai-ramai tentang pemutusan hubungan kerja (PHK)," ucap dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Ade Hapsari Lestarini)