Ilustrasi kopi. Dok. Freepik
M Rodhi Aulia • 20 April 2025 10:37
Jakarta: Kota Bandung kembali menegaskan dirinya sebagai pusat kreativitas sekaligus pelopor gerakan ramah lingkungan. Di tengah tantangan krisis iklim dan darurat sampah, muncul aksi nyata dari sebuah kedai kopi bernama Koffie Kawan yang berlokasi di Jalan Cigending, Ujung Berung.
Di tempat ini, secangkir kopi tak hanya dinikmati lidah, tetapi juga menjadi awal dari siklus berkelanjutan yang berpihak pada bumi.
Koffie Kawan menunjukkan bahwa tanggung jawab terhadap lingkungan bisa dimulai dari hal kecil—seperti mengolah ampas kopi. Sejak tahun 2020, pengelola Koffie Kawan telah mengolah limbah sisa seduhan kopi menjadi sabun, kompos, hingga rencana pengolahan kulit buah kopi atau cascara. Semua dilakukan secara mandiri, tanpa bahan kimia berbahaya, dan tak satu pun limbah berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA).
Inilah wajah lain dari Bandung hari ini—sebuah kota yang tak hanya bicara soal inovasi teknologi, tapi juga beraksi lewat kreativitas lokal yang berpihak pada kelestarian lingkungan. Berikut ini empat aksi nyata Koffie Kawan dari Bandung yang patut jadi inspirasi.
Di Bandung, ampas kopi tak dibuang sembarangan. Di Koffie Kawan, limbah itu justru diolah menjadi sabun ramah lingkungan. Prosesnya hanya memerlukan minyak, air, soda api, dan tentu saja ampas kopi.
Bahan-bahan tersebut dicampurkan, lalu dituangkan ke dalam wadah. Dalam waktu dua hari, campuran dalam wadah akan mengeras. Selanjutnya, tunggu empat pekan untuk menghilangkan efek soda api
Sabun ini digunakan secara pribadi dan juga dijual. Fungsinya pun tak main-main. “Fungsi kopi dalam sabun sebagai scrubbing, bisa meluruhkan kotoran dari tubuh,” kata Pemilik Koffie Kawan Muhammad Randy, yang dikutip dari situs resmi Pemprov Jawa Barat, Minggu, 20 April 2025.
Baca juga: Semakin Berkembang, Ini 7 Sektor Unggulan Kota Bandung untuk Investasi
Inovasi berikutnya hadir dari halaman belakang kedai. Ampas kopi kembali dimanfaatkan, kali ini untuk membuat kompos alami. Prosesnya sederhana, tapi berdampak besar.
Caranya, ampas kopi dicampur dengan sampah organik dan daun kering di dalam kantong sampah. Keberadaan kopi mempercepat proses penguraian sampah organik menjadi kompos.
Ia menegaskan bahwa proses ini sepenuhnya alami. Pengomposan pun tak lagi memerlukan cairan kimia karena perannya digantikan oleh ampas kopi.
Hasil dari kompos itu langsung dimanfaatkan untuk menyuburkan tanaman rempah dan sayuran yang tumbuh di halaman Koffie Kawan. Menariknya, semua tanaman ini kemudian jadi bahan baku untuk menu makanan dan minuman di kedai.
“Kami ingin yang kami hasilkan, termasuk ampas kopi, kembali lagi menjadi manfaat. Bahan yang dihasilkan di sini, diolah di sini,” kata Randy.
Filosofi ini mencerminkan semangat keberlanjutan yang kini tumbuh subur di Bandung.
Randy sadar betul bahwa krisis iklim bisa menghancurkan keberlangsungan tanaman kopi itu sendiri. Itulah mengapa pengolahan limbah ini menjadi komitmen jangka panjang yang terus diperkuat.
“Kalau iklim rusak, pohon kopi juga tidak akan tumbuh. Kami tidak mau seperti itu,” ujar Randy. Untuk itu, ia terus mencari cara mengolah limbah lain seperti kulit buah kopi (cascara) agar tak menjadi beban lingkungan.
Dari sebuah kedai kecil di ujung timur Bandung, Koffie Kawan membuktikan bahwa perubahan bisa dimulai dari secangkir kopi. Inilah bentuk nyata semangat eco-conscious dari Bandung yang layak ditiru banyak kota lain.