Riset: Buku SD Terbitan Pemerintah Cenderung Rasis

Tangkapan layar Buku Teks Sekolah Dasar Tematuk Terpadu Kurikulum 2013

Riset: Buku SD Terbitan Pemerintah Cenderung Rasis

Wandi Yusuf • 5 February 2025 14:05

Jakarta: Hasil riset berjudul "Kolonialisme dan Stereotip Berdasarkan Ras dan Agama: Representasi Papua dalam Buku Teks Sekolah Dasar Indonesia", menunjukkan fakta mengejutkan. Riset yang diterbitkan di jurnal Progresiva itu menyebutkan Buku Teks Sekolah Dasar Tematik Terpadu Kurikulum 2013 terbitan pemerintah cenderung rasis dan penuh stereotipe serta prasangka.

"Riset kami tahun 2024 menunjukkan bagaimana negara menggambarkan Papua dengan penuh stereotipe dan prasangka sehingga cenderung rasis," demikian diungkap Radius Setiyawan, salah satu peneliti dari riset tersebut, dikutip dari laman The Conversation, Rabu, 5 Februari 2025.

Riset menemukan buku ajar di sekolah bersifat ideological state apparatus atau alat ideologisasi negara yang bekerja kuat dan masif. Artinya, negara menggunakan buku sebagai alat untuk menanam dan memperkuat identitas tertentu.

"Melalui buku teks sekolah, praktik ideologisasi oleh negara menyebar. Cara pandang ideal menurut negara diwujudkan melalui isi buku," kata Radius.
 

Bagian mana yang rasis?

Riset itu lantas menunjukkan bagian mana dari buku terbitan pemerintah itu yang cenderung rasis. Dalam konteks identitas Papua, Radius yang melakukan riset bersama Maulida menemukan bahwa cara negara memosisikan Papua dalam buku teks masih diskriminatif. 

"Hasil studi kami menunjukkan representasi Papua masih penuh stereotipe, baik itu dalam hal visual maupun narasi," kata Radius.

Dia mencontohkan sosok Edo, asal Papua, yang ditampilkan di buku. Edo digambarkan sebagai sosok yang malas, kotor, dan lebih mengandalkan kekuatan fisik. Ini berbeda dengan figur Udin (sebagai representasi orang Sumatra) yang digambarkan lebih rajin dan cenderung menjaga kebersihan.

"Selain representasi Papua yang penuh stereotip, cara pandang Papua terhadap negara juga digambarkan dari sudut pandang pemerintah yang penuh prasangka. Beberapa teks menunjukkan bahwa pemerintah menganggap orang Papua kurang memiliki jiwa nasionalisme," jelas Radius.
 

Kolonialisme internal

Dalam buku teks kurikulum 2013, riset Radius dan Maulida menemukan ras Jawa dan beberapa ras lainnya digambarkan memegang kendali dalam menafsirkan suatu peristiwa. Sebaliknya, ras Papua digambarkan lebih rendah posisinya atau sebagai liyan. 

"Liyan cenderung mengalami diskriminasi dan peminggiran (dikucilkan). Kondisi tersebut tidak lepas dari rekam sejarah yang terjadi di Papua," kata dia.

Menurut Radius, relasi Papua dan Jawa terkait erat dengan pola kolonialisme. Kolonialisme yang dia maksud adalah sebuah praktik kuasa antarwilayah atau kolonialisme internal.
 
Baca: 

Potret Pilu Pendidikan di Pelosok NTT


Radius mendefinisikan kolonialisme internal adalah efek dari tidak meratanya pembangunan ekonomi pada basis regional. Kolonialisme jenis ini terjadi karena eksploitasi kelompok mayoritas kepada minoritas dalam masyarakat yang lebih luas. Kolonialisme internal mengarah pada ketidaksetaraan politik dan ekonomi antardaerah dalam suatu negara.

"Persoalan representasi buku ajar sekolah yang rasis dan diskriminatif adalah persoalan serius bagi pendidikan kita. Sebab, Indonesia adalah rumah bagi semua etnis, agama, ras, suku dan identitas lainnya. Negara harus meninjau kembali teks buku ajar yang beredar dan memastikan bahwa bacaan anak Indonesia penuh dengan nilai-nilai toleransi," kata Radius.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Wandi Yusuf)